30 Des 2011

Catatan Akhir Tahun 2011

Represi terhadap petani, buruh, dan aktivis pengunjuk rasa oleh aparat pengamanan di kawasan industri sepanjang tahun 2011 cukup tinggi. Selain kasus manifes seperti konflik masyarakat adat dan buruh-karyawan di kawasan pertambangan emas PT Freeport Mc Moran di Timika Papua, muncul kasus-kasus yang relatif baru. Sepanjang tahun ini pula, bencana alam terus melanda dunia. Seakan berkejaran dengan bentrokan (bencana) sosial dan korupsi di Indonesia. "Dunia sedang tidak baik-baik saja", bunyi salah satu poster dalam May Day di Makassar setahun lalu. Indonesia sedang kritis digerogoti politisi yang korup, aparat kepolisian yang brutal, dan kapitalis yang serakah.

26 Des 2011

Gampong Loen Sayang


Menyebut "gampong loen sayang". mengingat Aceh pasca gempa dan tsunami tujuh tahun lalu - mengenang spirit kebangkitan para survivor dari penderitaan dan kehampaan, menghormati arwah mereka yang hilang, tewas, syahid.
Gampong Loen Sayang pertama kali adalah ungkapan yang mendalam survivor kepada tanah, air, adat-tradisi dan lingkungan hidup mereka pasca bencana tsunami. Selanjutnya konsep gampong loen sayang ini menjadi langkah bersama untuk membangun kembali kehidupan secara berjaringan antar-kampung dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Deklarasi Jaringan Udeep Beusaree (JUB), yakni: Kebersamaan, Kemandirian, Saling Percaya, Kejujuran, dan Bekerjasama dengan pihak lain.

23 Des 2011

Reportase Forum GFDRR - Jakarta 14-15 Nop 2011

Oleh Awi MN
Huairou Commission berpartisipasi dalam forum GFDRR – Global Facility Disaster Reduction and Recovery – dengan menghadirkan representasi perempuan grass root dari Indonesia, Pilipina dan Nepal. Representasi Indonesia adalah UPC-KPRM yang diwakili Awi dan Lina; Pilipina diwakili Jo Castillo (DAMPA), dan dari Nepal diwakili Pusp Joshi (Lumanti). Dari wakil pemerintah adalah Ismounandar (BPBD Makassar), Sagar Mishra (BPBD Nepal), dan Chricell (Barangai Captain/Kades Bagong Silangan Pilipina). Partisipasi ini merupakan bagian dari strategi advokasi jaringan HC sebagai mitra UN-ISDR.
GFDRR merupakan forum konsultasi kebijakan Bank Dunia untuk pengurangan resiko bencana bagi para mitranya, yakni lembaga donor, pemerintah dan LSM dari 20-an negara, terutama dari Asia dan Africa. Forum ini merupakan bagian dari kampanye global PBB untuk Pengurangan Resiko Bencana – UNISDR. Adapun HC sebagai salah satu jaringan kampanye UNISDR mengambil peran sebagai penghubung di antara kepentingan PBB, WB, dan lembaga donor dengan Ormas perempuan/LSM lokal.
Berikut ini reportase dari sesi grup panel Community driven Demand for Pro-Poor Disaster Resilience Programs:

16 Des 2011

Catatan dari Pertemuan Akhir Tahun ACHR


Program for Documentation and ACCA Meeting

13-16 Desember 2011, Hotel Ibis – Bangkok

Pertemuan akhir tahun ACHR sekaligus evaluasi tiga tahun program ACCA. Pertemuan ini dimulai tanggal 13 Desember jam 1 siang sampai 16 Desember jam 1 siang. Agendanya terbagi tiga: (1) Sub-regional meeting tgl 13 siang sampai sore; (2) Documentation meeting tgl 14-15; (3) ACCA Committee meeting tgl 16 pagi sampai siang. Saya tidak ikut agenda (1) dan (3). Saya telat tiba di hotel sekitar jam 6 sore tgl 13 desember, dan cepat pulang sekitar jam 10 tinggalkan hotel.

(catatan pinggir: malam pertama, peserta cari makan malam sendiri. Saya makan nasi goreng di trotoar jalan raya nakhon charoen, dekat dari hotel. Usai makan malam jumpa George ansorena di lobby hotel. Saya mempekenalkan diri. Kebetulan Ake titip film dokumenternya buat dia. Sempat ngobrol, dia tanya-tanya soal kegiatan Ake di Indonesia, dan kegiatan akhir tahun upc). 

Pertemuan ini diikuti mitra-mitra ACHR-ACCA dari sepuluh negara;Thailand, Pilipina, Kamboja, Laos, Vietnam, Korea`Selatan, Mongolia, Myanmar, Sri Lanka, Nepal dan Indonesia. Perwakilan yang hadir adalah pelaksana/penanggungjawab program ACCA dan CL. Dari Indonesia, selain saya, ada Marco. Hadir juga Cak-cak sebagai tim arsitek program ACCA di Pilipina. Selain mitra/perwakilan LSM/OR, hadir juga George Ansorena (Jepang), Norberto (Pilipina). Keduanya biasa dipanggil “father george” dan “father bob”.

Saya hanya aktif mengikuti agenda (2) documentation meeting tgl 14-15, dimana setiap mitra pelaksana program ACCA diberi kesempatan presentasi selama 10-15 menit. Sesi pagi sebelum presentasi, ada prosesi pengembalian dana angsuran program ACCA dari Vietnam dan penyerahan sumbangan bagi komunitas korban banjir dari perwakilan Mongolia. Salah seorang penerima sumbangan adalah ibu rumah tangga yang kehilangan anaknya akibat banjir.

Hari Kedua tanggal 14: Presentasi dokumentasi ACCA difasilitasi oleh Somsuuk dan Tom. Sebagai pembahas/penanggapnya adalah Diana dari IED (International Economic Development?) Inggris. Menurut Marco, IED ini semacam lembaga riset/donor yang didirikan oleh Bill Gates (penguasa Microsoft). Lembaga ini tertarik pada studi mengenai dampak pembangunan terhadap lingkungan hidup di perkotaan.

Somsuuk dalam pengantarnya, memandu presenter untuk menjawab tiga pertanyaan kunci; (1) hasil dan dampak perubahan dari program ACCA terhadap masyarakat luas, serta kebijakan dan kontribusi pemerintah dalam proyek tersebut; (2) kisah menarik dari proses transformasi proyek pada penguatan komunitas dan kemitraannya; (3) Pembelajaran penting dari proses pelaksanaan proyek ACCA.

Prsentasi dibagi tiga region berlangsung sehari penuh. Dimulai region Asia Selatan, Nepal, Srilanka sampai makan siang. Kemudian region Asia Timur, Mongolia, Korea Selatan. Asia Tenggara, Vietnam, Laos, Kamboja, Pilipina, dan terakhir Indonesia. Saya tertarik pada presentasi dari Korea yang dibawakan Boram Kim, arsitek yang mendampingi RMK di pemukiman illegal/vinyl house tiga lokasi di Korea. Dia dari Asian Bridge, LSM yang dibentuk Na. Beberapa pembelajaran menarik dari Korea adalah:

Dibanding presenter lain yang umumnya menyebut ada kemitraan/kontribusi pemerintah dalam proyek ACCA, presentasi Korea ini terkesan menghindari kerjasama dengan pemerintah.

Sebelum program ACCA, pendekatan yang dilakukan RMK Korea adalah berjuang (fighting) menentang penggusuran, yang kemudian membuat RMK jadi frustasi dan kelelahan (fatique)

Setelah program ACCA, pendekatannya lebih fleksibel, kongkrit, RMK percaya diri, dan proyek mencakup wilayah lebih luas, tanpa bergantung pada dana pemerintah. RMK juga mampu membel tanah sendiri untuk bangun rumah.

Saya menanyakan “seperti apa proyek perumahan pemerintah Korea, mengapa LSM tidak menggunakannya?” Menurutnya, dana pemerintah cukup besar, tapi digunakan untuk membangun rumah sewa, dan pengerjaanya dikerjakan oleh pihak lain, bukan rakyat.

Hal ini berbeda dengan terobosan UPC saat ini. Setelah program ACCA, selain bermitra dengan pemerintah kota dan pusat (kemensos), UPC juga mulai memanfaatkan dana pemerintah untuk mengadvokasi kebijakan penataan kotanya.

Giliran presentasi Indonesia, saya menekankan tiga hal: pertama, laporan lengkap tiga tahun program ACCA sementara dirampungkan oleh Wardah, dan saya mewakili presentasinya. Kedua, saya menekankan arti program ACCA dengan komunitas 5 gunung di magelang pasca letusan gunung Merapi. Ketiga, launching city wide upgrading di kendari bekerjasama dengan Kemensos. Pada bagian penutup saya menekankan tujuan bekerjasama dengan Kemensos yakni strategi mengarusutamakan (mainstreaming) program city wide upgrading menjadi kebijakan nasional (policy of national wide upgrading).

Setelah presentasi pesertanya agak kikuk, mungkin karena saya selalu bilang “silahkan lihat foto dan baca keterangan detail di slide, cukup jelas”. Ada 3 komentar/pertanyaan peserta.

Dari Pilipina menanyakan perkembangan kasus Kampung Pisang. Penjelasannya, masih dalam negosiasi pemerintah kota dengan pengusaha/pemilik tanah.

Dari Korea tanggapi soal peranana pemerintah dalam proyek ACCA di strenkali. Penjelasannya, sudah ada perda penataan strenkali, dan warga mulai merenovasi rumahnya.

Satu lagi komentar soal relevansi kerjasama ACCA dengan seniman (Somsuuk, Diana?). Penjelasannya, proyek ACCA menguatkan kekuatan budaya simbolik (cultural and symbolic power) masyarakat pasca letusan merapi.

(catatan: sore setelah break coffee, saya dan marco diajak cak-cak diskusi dengan dua arsitek muda Thailand. Ini berkaitan dengan rencana mereka bikin worskshop jaringan arsitek komunitas asia di Jogja akhir Januari 2012. Disepakati waktunya 27-30 Januari. Saya diminta beri masukan tematik. Usul saya, mengadaptasi materi kampanye UNISDR tentang cities resilient. Mereka mau ajak saya jadi pembicara di workshop nanti. Malamnya, jamuan makan malam IED di atas kapal pesiar Yok Yor Marina. Sambil petik nyanyi sama cak-cak dan boram kim, saya sempat ngobrol sama Maurice tentang film dokumentasinya di Aceh. Di film itu ada lagu Here Come the Sun (The Beatles). Tapi, dia tidak bisa lupa sama Afrizal Malna dengan video artnya. Maurice sedang memproduksi film dokumentasi ACCA di Kamboja dan Vietnam).

Hari Ketiga tanggal 15: Pengantar diskusi kelompok oleh Diana. Dia menjelaskan materi sebuah buku yang berjudul Economic and Development, yang di dalamnya ada bahasan tentang urbanisasi dan persoalan lingkungan hidup dewasa ini. Dia berharap dalam diskusi kelompok, persoalan tersebut menjadi salah satu referensi tematik.

Peserta dibagi tiga grup. Saya segrup dengan peserta dari Pilipina, Korea, Nepal, dan Mongolia. Grup ini dipandu oleh Diana. Umumnya pandangan peserta relative sama menabung (savings), mapping, kemitraan dengan pemerintah local, dan peran arsitek. Saya mengusulkan pembahasn tentang social vulnerability berkaitan dengan perubahan iklim, dan pentingnya transformasi pengetahuan arsitek kampung (indigenous). Kebetulan dari lima anggota grup/LSM, ada tiga peserta (Mongolia, Korea, Nepal) latarbelakangnya arsitek. Hasil disko yang diresume oleh Diana sebagai berikut:

Menabung sebagai alat (tools) untuk memperkuat komunitas

Berjaringan, komunitas dengan pemerintah dan sector private/profesional

Fleksibilitas proyek ACCA (pengalaman Korea)

Responsibilitas pelaksnaaan proyek

Sesi terakhir hari ketiga adalah diskusi pleno, semacam overview terhadap laporan masing-masing Negara. Sesi ini dipandu oleh Somsuuk. Saya kurang perhatikan seluruh rangkaian diskusi karena terlibat diskusi swasta dengan Marco tentang program ACCA-UPC ke depan dan peran tim arsitek. Selain itu, ada urusan administrasi keuangan dengan chai (achr). Selain penggantian ongkos tiket, peserta juga dapat biaya hidup 2500 baht.

Masing-masing perwakilan Negara diminta menyampaikan hal-hal penting berkaitan dengan program ACCA ke depan. Saya selalu kena giliran terakhir ditanya sama Somsuuk, bagaimana Indonesia? Jawabanku asal nyambung saja. UPC belum punya usulan baru program ACCA tahun depan. Program yang ada saat ini difokuskan pada pencapaian target advokasi city-wide upgrading dengan memanfaatkan dana Kemensos. Salah satu tindaklanjutnya adalah UPC akan membawa tim Kemensos berkunjung ke Bangkok. Tentu saja jawaban ini tidak memuaskan Somsuuk, tapi dia juga tidak tahu mau tanya lagi. Sebelum sesi berakhir, Tom menambahkan materi bagaimana mengemas media publikasi. Dia menyarakan  peserta untuk mempublikasi laporannya dalam berbagai kemasan media cetak/penerbitan. Bisa dalam bentuk jurnal, poster, kalender yang berisi gambar dan narasi kegiatan.

Sore sampai malam, saya dan Marco jalan kaki melintasi jalan layang menghubungkan sungai Chaopraya. Terus menelusuri kawasan Bang Rak sampai Silom Road. Lihat-lihat pasar, pedagang kaki lima dan penjual makanan, buah yang memadati trotoar jalan. Rasanya 90% barang jualan itu ada di Indonesia, bahkan pisang epe dan pakaian Cakar pun ada.

(catatan: malam hari saya dikunjungi Jeff Wong. Dia datang ambil titipan Ake, sepasang baju Toraja buat anaknya. Kami sempat ngobrol sekitar 30 menit mengenai rencana pertemuan Locoa awal Pebruari 2012 di Bangkok. Dia juga tanya-tanya kegiatan Ake selama mengikuti PAT UPC di Kendari. Dia sempat bilang, ada peserta dari Kamboja yang mau berkunjung ke basis FRSN karena ACHR tidak mengagendakan kunjungan lapang. Sebenarnya, Jef bermaksud undang farher George diskusi dengan FRSN, tapi pihak ACHR menyatakan father George tidak sempat atau tidak hadir (?). Dia kaget juga waktu kubilang, ada father George dan Na di pertemuan ini).

Hari Keempat tanggal 16: Saya tidak ikut agenda (3) committee meeting. Jam 9 saya sudah berkemas. Ruang meeting sudah banyak orang. Jam 9.30 ketemu Marco. Dia juga tidak bersemangat ikut pertemuan itu karena ikut UPC. tidak usulan baru untuk tahun depan. Jam 10 tinggalkan hotel, tidak pamit sama panitia/ACHR. Sempat mampir di kawasan Bang Rak, beli souvenir, oleh-oleh buat keluarga dan teman-teman KPRM. Jam 11 ke bandara Suvharnabumi.

Makassar, 19 Desember 2012


23 Nov 2011

SEMBADA

tujuan ekonomi adalah untuk melayani manusia, bukan manusia melayani ekonomi.”
Tulisan ini adalah salah satu bacaan pemerkaya para pegiat gerakan sosial, terutama yang menfokuskan perhatiannya pada penyadaran rakyat. Materinya disari dari sebuah buku yang sangat populer di Amerika Latin, hasil riset yang panjang atas situasi ekosob sejak tahun 1985, yang dilakukan secara multidisiplin. Buku tersebut berjudul Human Scale Development: Conception, Application, and Further Reflections (The Apex Press, 1991), ditulis oleh Manfred A. Max-Neef. Di dalamnya dibahas tentang Sembilan Kebutuhan Dasar Manusiawi (SEMBADA). Di Indonesia dikenal Sembilan Kebutuhan Pokok (SEMBAKO) menurut SK Menteri. Kedua konsep tersebut sangat berbeda.

28 Okt 2011

Sumpah Pemuda Mahasiswa 2011

Catatan dari Kelas Diskusi 
"Mahasiswa dalam Bingkai Sumpah Pemuda", 
Pelataran FSUH, 27 Oktober 2011
Mengapa dan untuk apa kita merayakan Hari Sumpah Pemuda tahun ini? Pertanyaan ini dilontarkan seorang mahasiswa dalam suatu kelas diskusi pelataran Fakultas Sastra (FIB) Unhas. Pertanyaan yang semaksud, apa urgensi Sumpah Pemuda yang diproklamasikan 83 tahun lalu itu bagi kaum muda, khususnya mahasiswa hari ini? Mengapa sumpah itu tidak diperbaharui saja menjadi “bersumpah anti korupsi, anti oligarki, dan anti kapitalisasi?”.

17 Okt 2011

"Dunia Sedang Tidak Baik-baik Saja"

Dunia dalam krisis global. "Sedang tidak baik-baik saja", begitu bunyi salah satu poster aktivis anti-kapitalisme dalam aksi May Day 2010 di Makassar. Sejak bursa saham Wallstreet di AS anjlok dua tahun lalu, krisis ekonomi dan politik menjalar ke belahan dunia lain. Perancis, Inggris, Italia, tidak luput dari goncangan krisis keuangan. Dan, tahun ini, krisis politik di Timur Tengah telah menumbangkan rezim-rezim oligarkis yang renta. Bagai dua sisi mata uang,  bencana ekologis pun mengiringi krisis ekopol itu. Bencana alam dan kerusakan SDA menyadarkan kita pada bahaya kapitalisme. Sejak gempa dan tsunami Aceh, China, Haiti sampai kebocoran reaktor nuklir Jepang akibat gempa dan tsunami, para pendukung neoliberalisme semakin tersudut.  
Keruntuhan rezim globalisasi sudah di depan mata. Kapitalisme sudah menjadi  ideologi yang menyesatkan. Resep pasar bebas dan privatisasi yang sekian lama diagung-agungkan Bank Dunia dan IMF, AS dan sekutunya gagal mengatasi krisis peradaban ini.  Sebaliknya, masyarakat dunia dihantui bencana ekologis, perubahan iklim, krisis pangan, dan kemiskinan permanen. Don K. Marut (2008), Direktur Eksekutif INFID dalam tulisan berikut ini menyebut fenomena itu sebagai krisis dan bencana kapitalisme. Suatu analisis komprehensif-kritis tentang cara kerja perusahaan-perusahaan transnasional (MNC's) dan para kompradornya yang sukses mengeksploitasi SDA negara-negara berkembang. Kita pun terkesima dibuatnya bahwa dibalik perang dan bencana, di situ ada duet maut kapitalisme dan militerisme.
Lebih jauh tentang Don K. Marut silahkan klik http://www.trunity.net/infidjakarta/topics/view/55556/  dan http://facebook.com/don.marut.

16 Okt 2011

Hari Habitat 2011: Another Possible World

https://www.un.org/en/observances/habitat-day
Kampanye Hari Habitat Dunia 2011 direspon oleh pemerintah Indonesia dengan menggelar acara Peringatan Hari Habitat Dunia dan Tata Ruang Nasional yang dipusatkan di anjungan Losari Makassar. Menarik untuk mengapresiasi acara ini, andai kita bisa mendiskusikan fokus isunya: tata ruang. Sayang, acara nasional maupun internasional yang difasilitasi pemerintah selalu terbatas pada seremoni. Acara ini menjadi terpisah dari opini publik penghuni ruang, dalam pengertian refleksi atas model pengembangan tata ruang wilayah di Sulsel dan kota Makassar berkaitan dengan dampak perubahan iklim, semisal potensi bencana sosial maupun bencana alam. Jadi sudah betul acara itu milik pemerintah. Akhirnya menjadi ironis, ketika media massa mengungkap heboh perbedaan kepentingan, saling klaim antar-aparat pemerntah terhadap acara tersebut.

Bagi penulis, publik perlu mengapresiasi aspek tematik Hari Habitat Dunia sebagaimana yang dirilis setiap tahun oleh organ-organ PBB. Dari refleksi mereka, publik bisa membaca dengan benar situasi kota dunia dewasa ini dan di masa datang. Referensi aslinya dapat dilacak di website UN-Habitat and UN-ISDR, serta situs organisasi jaringannya.

Ada dua agenda penting PBB pada setiap bulan oktober: World Habitat Day (WHD) atau "Hari Habitat", dan World Disaster Risk Reduction Day (WDRR) atau "Hari Pengurangan Resiko Bencana". Perayaan WHD dikordinasi oleh UN-Habitat, badan PBB urusan hak atas pemukiman dan perumahan pada setiap minggu pertama bulan oktober. Sedangkan WDRR dikordinasi oleh UN-ISDR, badan PBB urusan bencana, yang menggalang kampanye pengurangan resiko bencana pada setiap minggu kedua oktober. Kedua agenda PBB ini sesungguhnya merefleksi sekaligus mengevaluasi dampak pembagunan dunia yang senantiasa dibayang-bayangi kemiskinan, krisis pangan, dan kerusakan sumberdaya agraria akibat perubahan iklim. Dalam tulisan ini, kedua agenda tersebut diulas keterkaitan dan kontekstualitasnya berdasarkan rilis PBB dan organisasi mitranya seperti HIC (Habitat for International Coalition), SELVIP, dan LOCOA, yang tergabung dalam The Liaison Committee (semacam komite penghubung).

UN Habitat merilis tema sentral "Resistensi dan Alternatif Hak atas Habitat" (Resistance and Alternatives for the Right to Habitat, lihat http://worldhabitatdays.org). Tahun ini UN Habitat menggalang aksi dan kampanye global dengan dua isu strategis, yakni: (1) Sebab dan akibat dari penggusuran paksa (forced eviction), perampasan tanah (land grabbing), serta pemiskinan masyarakat pedesaan dan perkotaan berkaitan dengan konflik habitat, dan; (2) Solidaritas untuk para aktivis yang memperjuangkan hak atas atas tempat tinggal (habitat), yang menjadi korban oleh represi dan pelanggaran hak-hak sipil dan politik. Lebih khusus, kampanye tersebut bertujuan mengidentifikasi dan mengembangkan kapasitas jaringan dan organisasi yang bekerja pada isu-isu habitat kota menuju dunia yang lebih baik (another possible world).

Materi kampanye tahun ini merupakan hasil analisis atas konsekuensi kebijakan neoliberal dan korupsi sistemik yang memiskinkan kelas masyarakat yang paling rentan secara ekonomi maupun sosial di pedesaan maupun perkotaan. Kampanye ini juga menyiratkan perlunya penguatan solidaritas antara gerakan dan jaringan, serta para aktivis rakyat yang menjadi korban represi aparat ketika memperjuangkan hak atas perumahan dan tanah tempat tinggal.

Penggusuran pemukiman diidentifikasi sebagai prioritas masalah bersama, sehingga perlu mengkoordinasikan perlawanan nyata terhadap hal tersebut. Penggusuran yang paling umum adalah pelanggaran atau perampasan hak atas tanah. Berbagai kasus menunjukkan bahwa penggusuran merupakan dampak dari kebijakan yang spekulatif, misalnya pasar (bebas) tanah, dan proyek-proyek mercusuar (mega-project) yang padat modal, yang bias perkotaan. Model pembangunan yang tidak mempertimbangkan HAM ini telah mengorbankan penduduk yang paling rentan (miskin), petani kecil dan masyarakat adat yang menguasai lahan. Laporan lainya menyoroti konflik sosial yang diciptakan oleh perluasan sistim mono-kulltur dan privatisasi sumberdaya air, termasuk pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga air di daerah pedesaan dengan mengorbankan budaya pertanian yang sekian lama menjamin kedaulatan pangan masyarakat agraris.

Diperkirakan 15 juta orang tergusur dari tanah tempat tinggalnya setiap tahun, yang disebabkan proyek-proyek mercusuar, bencana dan perang (lih. http://www.witness.org). HIC-HLRN (Housing and Land Right Network (http://www.hlrn.org/english/home.asp) tahun 2008-2010) melaporkan empat tipe konflik hak atas habitat, yakni penggusuran (600 kasus), pengrusakan (demolition, 366 kasus), perampasan hak milik (disposession, 333 kasus), dan deprivasi yang dipicu oleh privatisasi perumahan, tanah dan pelayanan publik (46 kasus). Di Indonesia, dalam tiga tahun terakhir sedikitnya 1.061.566 orang menjadi korban pembangunan ala neoliberalisme dan rezim korupsi.

Pada Perayaan Hari Habitat Dunia (World Habitat Day 2011), UN-Habitat memilih tema “Kota dan Perubahan Iklim” (Cities and Climate Change). Sedangkan UN-ISDR sampai 2015 mengkampanyekan ketahanan kota (city resiliency) dan terus menghimbau pemerintah kota di seluruh dunia untuk mengurangi resiko bencana akibat perubahan iklim. Dalam siaran persnya, UN Habitat menegaskan bahwa saat ini tidak ada pihak yang benar-benar bisa meramalkan masa depan sebuah kota atau negara dalam waktu 10, 20 atau 30 tahun dari dampak perubahan iklim. Di Era Kota Baru (new urban era), dimana sebagian besar umat manusia sekarang tinggal di wilayah perkotaan, dampak terbesar dari bencana akibat perubahan iklim dimulai dan diakhiri di kota-kota. Pertumbuhan kota sangat berpengaruh besar pada perubahan iklim. Sementara sifat spekulatif kota dan keterbatasan sumberdaya daerah perkotaan tiidak cukup untuk mengatasi masalahnya sendiri.

Bias dari kebijakan pembangunan perkotaan berakar pada level pemerintahan tertinggi dan para petinggi perusahaan (kapitalis). Keduanya terus mereplikasi kebijakan agraria (pertanahan) yang tidak adil, yang kemudian mengabadikan pelanggaran hak atas tanah penduduk pedesaan dari masa ke masa. The Liaison Committee WHD, yakni organisasi masyarakat sipil sebagai Pelapor Khusus tentang Hak atas Perumahan untuk PBB, juga menegaskan bahwa tidak ada solusi tunggal yang dinilai berhasil mengatasi pengaruh perubahan iklim dengan cara memindahkan model pembangunan kota ke desa. Kenyataannya, bias perkotaan berakibat pada pengrusakan habitat atas nama perubahan iklim, yang mengorbankan penduduk pedesaan. Dengan krisis keuangan global dewasa ini, semua proses itu akan mengakselerasi konflik sosial, lapangan kerja dan peperangan. Oleh karena itu, tuntutan alternatif yang mendesak hari ini dan akan datang adalah dengan segera mengintegrasikan/mempertimbangkan persoalan tersebut dalam rangka mencegah pelanggaran hak dasar atas tanah dan tempat tinggal, menjamin keadilan sosial dan lingkungan hidup untuk berkontribusi bagi pembangunan dunia yang lebih baik (anoher possible world).

Makassar, 16 Oktober 2011

Catatan Hari Habitat 2011

M. Nawir
Jaringan Rakyat Miskin Kota - JRMK Indonesia
Kampanye Hari Habitat Dunia 2011 direspon oleh pemerintah Indonesia dengan menggelar acara Peringatan Hari Habitat Dunia dan Tata Ruang Nasional yang dipusatkan di anjungan Losari Makassar. Menarik untuk mengapresiasi acara ini, andai kita bisa mendiskusikan fokus isunya: tata ruang. Sayangnya, acara nasional maupun internasional yang difasilitasi pemerintah selalu terbatas pada seremoni. Acara ini menjadi terpisah dari opini publik penghuni ruang, dalam pengertian refleksi atas model pengembangan tata ruang wilayah di Sulsel dan kota Makassar berkaitan dengan dampak perubahan iklim, semisal potensi bencana sosial maupun bencana alam. Jadi sudah betul acara itu milik pemerintah. Akhirnya menjadi ironis, ketika media massa mengungkap heboh perbedaan kepentingan, saling klaim antar-aparat pemerntah terhadap acara tersebut.
Bagi penulis, publik perlu mengapresiasi aspek tematik Hari Habitat Dunia sebagaimana yang dirilis setiap tahun oleh organ-organ PBB. Dari refleksi mereka, publik bisa membaca dengan benar situasi kota dunia dewasa ini dan di masa datang. Referensi aslinya dapat dilacak di website UN-Habitat and UN-ISDR, serta situs organisasi jaringannya.
Ada dua agenda penting PBB pada setiap bulan oktober: World Habitat Day (WHD) atau "Hari Habitat", dan World Disaster Risk Reduction Day (WDRR) atau "Hari Pengurangan Resiko Bencana". Perayaan WHD dikordinasi oleh UN-Habitat, badan PBB urusan hak atas pemukiman dan perumahan pada setiap minggu pertama bulan oktober. Sedangkan WDRR dikordinasi oleh UN-ISDR, badan PBB urusan bencana, yang menggalang kampanye pengurangan resiko bencana pada setiap minggu kedua oktober. Kedua agenda PBB ini sesungguhnya merefleksi sekaligus mengevaluasi dampak pembagunan dunia yang senantiasa dibayang-bayangi kemiskinan, krisis pangan, dan kerusakan sumberdaya agraria akibat perubahan iklim. Dalam tulisan ini, kedua agenda tersebut diulas keterkaitan dan kontekstualitasnya berdasarkan rilis PBB dan organisasi mitranya seperti HIC (Habitat for International Coalition), SELVIP, dan LOCOA, yang tergabung dalam The Liaison Committee (semacam komite penghubung).

14 Okt 2011

"Mangkok Nasi Besi"

M. Nawir
Beruntung bangsa China punya Mao Tsetung. Si wajah bulat bulan purnama, pemimpin besar Republik Rakyat Tiongkok. Berangkat dari ideologi politik-ekonomi yang ditanamkan Mao Tsetung, bangsa China membangun negerinya secara berdaulat dan terhormat dalam pergaulan internasional. Semaju-majunya China dibawah Deng Xiaoping, Zhou Enlai, dan pemimpin RRT lainnya di era globalisasi ini, akar kepemimpinan Mao Tsetung masih kuat menopang sistem politk-ekonomi China. Mao Tsetung adalah simbol pemimpin pemersatu RRT. Gambar dan foto Mao dapat ditemui pada hampir semua bangunan penting milik pemerintah maupun rakyat China.

10 Okt 2011

Kontradiksi dalam Kasus Gizi Buruk

When I Gave Food to the Poor, They Called Me A Saint...
When I Asked Why the Poor Have No Food, They Called Me A Communist... (Don Helmer Camara)
M. Nawir
(Bahan Diskusi Publik Tribun Timur, JRMK- KPRM, 10 Oktober 2011)
Kekurangan Energi Protein (KEP) yang diukur dari prevalensi penderita gizi buruk dan gizi kurang ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) berdasarkan Instruksi Menteri Kesehatan No. 1290/Menkes/X/1998 tanggal 19 Oktober 1998. Apabila ditemukan 1 kasus saja, maka dalam 1 x 24 jam bagi siapa pun yang menemukannya harus segera melaporkan kejadian tersebut untuk dirawat. Itulah sebabnya, liputan pers atas kasus gizi buruk dan busung lapar, apalagi mengakibatkan kematian, selalu membuat pemerintah bagaikan ditampar mukanya. Demikian halnya publik, sangat antusias membicarakan kasus tersebut dari sudut pandang dan kepentingannya. Misalnya, demo puluhan mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Mahasiwa Pinrang menuntut pertanggungjawaban bupati dalam kasus gizi buruk (busung lapar) lantaran kabupaten Pinrang dikenal sebagai penghasil beras (BKM, 12 Maret 2008). Dengan kata lain, itulah kejadian luar biasa.

7 Okt 2011

Piagam Hak atas Kota dalam Forum Sosial Dunia

Oleh M. Nawir
Forum Sosial Dunia – World Social Forum (WSF)  adalah pertemuan terbuka para aktivis organisasi gerakan sosial, aktivis prodemokrasi, LSM dan organisasi masyarakat sipil lainnya dalam menentang neo-liberalisme dengan segala praktik imperialis gaya barunya. Forum ini menjadi arena perdebatan ide-ide demokratis para aktivis untuk merumuskan visi-misi bersama dan tindakan-tindakan yang efektif menentang agenda neoliberalisme. Sejak pertemuan pertama pada tahun 2001, para aktivis telah menyusun agenda dan tindakan alternatif dari kebijakan neo-liberal.

4 Okt 2011

Refleksi Gerakan Sosial di Indonesia

Tulisan ini diposting sebagai bacaan  reflektif sekaligus sebagai bahan perbandingan bagi para aktivis gerakan sosial di Makassar. Berkaitan dengan hal itu pula, postingan ini menjadi referensi bagi saya dalam diskusi yang digelar UKPM Pers dan BEM se-Unhas, 4 Oktober 2011 di Aula Baruga Pettarani. Topiknya yang relevan, yakni "Kegagalan Sistem Politik dan Gerakan Sosial di Makassar". Suatu topik yang saya rasa didasari oleh sikap reaktif mengikuti jatuh-bangunnya gerakan sosial, tentu saja termasuk di dalamnya gerakan pro-demokrasi di level kota/kabupaten.

Pertanyaan pokok dari topik diskusi tersebut adalah apa ukuran yang dipakai untuk menilai suatu dinamika gerakan sosial mengalami kegagalan atau sebaliknya kesuksesan? Pada konteks yang lebih luas, faktor-faktor apa yang mempengaruhi subjektivitas penilaian tersebut? Sejauhmana para aktor gersos mempengaruhi jalannya transisi demokrasi politik pasca reformasi 1998? Pertanyaan-pertanyaan ini cukup komprehensif diurai dalam tulisan berikut ini. Hormat saya, M. Nawir.

2 Okt 2011

Sakit yang Ideologis-Politis: "Garring Apa mi Tawwa"

Menengok Sistim Kesehatan Negara Sosialis
Oleh M. Nawir
Pada judul tulisan ini ada anak kalimat berbahasa daerah Garring Apa mi Tawwa, yang penulis pinjam dari lagu pop daerah Makassar Garring Apa mi Nona. Lagu ini melukiskan seorang gadis yang tidak diketahui persis sakit yang dideritanya. Ungkapan orang Bugis yang mirip dengan kalimat tersebut Lasa na urung. Suatu keadaan mental-sosial seseorang yang nyaris tidak diketahui orang lain, dan cara mengobatinya, kecuali yang bersangkutan. Kondisi sehat seseorang menjadi relatif bagi orang lain.

29 Sep 2011

Tukang Becak - Riwayat Petani Urban

Catatan M. Nawir
Jaringan Rakyat Miskin Kota

Sejarah tukang becak adalah riwayat kaum urban, “pendatang”, yang menyiasati dinamika perkotaan dengan alat kerja yang khas – kendaraan “tiga roda” tanpa mesin dan bahan bakar. Sebagai 'urbanis' (kaum urban), tukang-tukang becak pada mulanya adalah orang desa, petani. Sebagian dari mereka meninggalkan tradisi bertani, sebagian lagi menjadi migran sirkuler, bolak-balik desa-kota mengikuti siklus ekonomi agraris.
Menarik. Falsafah dan cara hidup, cara kerja, serta cara mereka berjuang menggambarkan suatu transisi peradaban yang khas pada masanya. Bolak-balik, naik-turun, modar-mandir, suka-duka, itulah ungkapan yang bisa mewakili dinamika kaum urban, terutama tukang becak. Mereka menggunakan kekurangan dan kelemahannya untuk survive. Tanpa ijasah, pendidikan rendah, tidak terlatih, a-politis, dan kampungan, mereka toh mempengaruhi mesin pertumbuhan kota, menopang roda ekonomi, bahkan menginspirasi politisi penentu kebijakan. Pendek kata, kaum urban, para tukang becak, pekerja informal, cerdik-pandai mengelola kelemahannya menjadi kekuatan. Pada banyak peristiwa, kaum urban ini berada di garda depan dalam mengekskalasi suhu politik, misalnya dalam kerusuhan Mei 1998 di Makassar, atau pun “black septe september” di Makassar.
arpillerra becak pic (kprm, 2007)
Perihal kelemahan sebagai senjata ditulis oleh James Scott dalam bukunya Weapons of the Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance, 1985. Wardah Hafidz, mengutip pandangan Scott itu dalam buku Abang Beca: Sekejam-kejamnya Ibu Tiri Masih Lebih Kejam Ibukota (Yoshifumi Azuma, 2001), bahwa sejarah perlawanan petani di berbagai belahan dunia hampir tidak pernah menemukan bentuk formalnya. Sebaliknya, mereka menggunakan apa yang disebut Scott “senjata kaum lemah” (weapons of the weak), yakni bentuk perlawanan yang tidak terorganisasi, tapi mengandalkan jaringan informal, samar. Mereka menghindari konfrontasi, tapi persisten melakukan sabotase terhadap struktur dan sistem yang berlaku agar sesedikit mungkin mengganggu entitas hidupnya. Ibarat jutaan renik polypantozoa yang merekatkan diri membentuk batu karang di laut dan bisa menghancurkan kapal yang menabraknya, cara perlawanan diam ini pada akhirnya bisa mengaramkan kapal penguasa dengan cara melumpuhkan sistem yang dipaksakan kepada mereka.
Pada banyak pengalaman para tukang becak di Jakarta, Solo, Makassar, dari masa ke masa memperlihatkan suatu dinamika sosial yang relatif sama, tidak ada tempat atau posisi yang pasti, utuh, final dalam pencapaian kehidupannya. Entitas hidup tukang-tukang becak mengikuti determinasi perubahan sosial, politik, ekonomi dalam ruang kota. Marilah kita menelusuri bagaimana siasat perjuangan kaum urban, tukang becak itu dari masa ke masa.

28 Sep 2011

Proses Pembentukan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960

Dipetik dari Buku Petani & Penguasa: 
Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia
(Noer Fauzi, 1999: 64-69)
Terbentuknya Undang-undang Pokok Agraria melalui proses yang panjang (Harsono, 1970:94 dan seterusnya). Pada 12 Mei 1948 dengan Surat Penetapan Presiden No. 16, Soekarno menetapkan dibentuknya Panitia Agraria Yogyakarta (PAY) yang bertugas untuk menyusun hukum agraria baru dan menetapkan kebijaksanaan politik agraria negara.

UUPA - 51 Tahun dalam Penantian

Refleksi Hari Tani Nasional 2011
M. Nawir 
Jaringan Rakyat Miskin Kota - Indonesia
Ribuan petani yang didukung nelayan, kaum miskin kota, buruh, mahasiswa dan LSM beraksi di pusat-pusat kota dan kabupaten. Mereka merayakan peristiwa bersejarah di republik ini, suatu hari besar yang mereka namakan Hari Tani Nasional (HTN) setiap 24 September. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, aksi hari tani tahun ini lebih merata, massif dan terorganisasi. Ada spirit baru gerakan rakyat di tengah-tengah turunnya kredibilitas pemerintahan reformasi dan politisi parlemen akibat kasus-kasus korupsi.

11 Sep 2011

Model Pemetaan Konflik Perkotaan di Chili

Pengantar M. Nawir
Tidak mudah mengenali perubahan sosial sebagai suatu dampak dari neoliberalisme karena umumnya, gejala yang tampak adalah persoalan sehari-hari yang serba praktis, efisien, cepat, dan instan. Tema-tema pembangunan, pertumbuhan ekonomi, modernisasi maupun 'metropolisasi' kota juga sesuatu yang lumrah diperdebatkan. Konflik dan sengketa tata ruang seringkali dipandang sebagai impak dari kebijakan tata kota saja. Maka untuk memahaminya secara politis-ideologis, diperlukan pemetaan paradigma pemikiran di balik gejala-gejalan harian itu berdasarkan ciri-ciri pokok dari suatu perubahan sosial, ekonomi, dan politik.

10 Sep 2011

Gerakan Sosial dan Sistem Alternatif Pelayanan Kesehatan di Kota

(Pelajaran Berharga dari Abdou Maliq Simone)
Reportase Ari Ujianto*
Pada pertemuan nasional tengah tahun 2007, Uplink Indonesia mengundang seorang narasumber untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang sistem pelayanan kesehatan di kota. Narasumber tersebut adalah Abdou Maliq Simone, seorang urbanis, peneliti dan pengajar di Goldsmiths College University of London. Berikut ini rangkuman dari proses diskusi yang dipandu oleh Wardah Hafidz yang terasa masih relevan sampai sekarang.
Sebagian besar pemerintah kota di seluruh dunia mengalami persoalan berat dalam mengelola dan menangani urusan kesehatan warganya. Bahkan sebagian besar gagal total. Padahal pemerintah kota mempunyai hak untuk mengatur kota sedemikian rupa agar warganya atau kotanya sehat. Dengan hak memerintah dan mengatur tersebut mereka bisa menentukan siapa yang berhak tinggal di kota, misalnya dengan memisahkan golongan elit dan rakyat miskin. Dengan demikian pemaksaan dengan didasarkan alasan kesehatan tersebut adalah sebuah cara kontrol politis yang dilakukan pemerintah terhadap warganya. Walaupun seolah-olah tidak seperti itu pernyataannya.
Karena mengatur kesatuan mayoritas warga kota yang miskin dalam soal kesehatan menjadi tindakan yang politis untuk mengontrol warga, maka pegiat gerakan sosial revolusioner dalam menarik dukungan massa dan menumbuhkan loyalitas juga dilakukan lewat menjaga dan memperbaiki sistim kesejahteraan pengikutnya, khususnya melalui pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial yang terjangkau. Pemerintah di Kuba, Mozambique, dan Afrika Selatan pun melakukan hal yang sama. Fidel Castro cukup cerdik menggunakan cara ini dengan memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang terbaik untuk mendapatkan dukungan rakyat. Di Afrika Selatan lumayan berhasil, meskipun dalam skala yang kecil. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari rakyat.

23 Agu 2011

Refleksi Gerakan Penolakan Kenaikan BBM 2008

Catatan Subhan Usman - ForKATA
Pernah ada ForKATA - Forum Kajian Kota di kota ini. Sebuah perkumpulan aktivis mahasiswa Unhas yang menginisiasi kajian perubahan sosial perkotaan. Mereka adalah alumni Sekolah Sore, suatu kelompok studi terbatas yang difasilitasi Alwy Rachman cs. ForKATA juga menerbitkan jurnal SUARA KOTA (7 edisi), hingga mandek. Kini, para aktivis perkumpulan ini bekerja profesional di beberapa kota di Indonesia.
Di tengah gonjang-ganjing penolakan kenaikan harga BBM tahun 2008, persisnya 26 Mei, ForKATA menggelar forum kajian di pendopo Kampus STMIK Dipanegara. 30-an mahasiswa dan masyarakat mengikuti acara itu hingga usai. Menghadirkan pembicara dari aktivis mahasiswa dan perwakilan rakyat miskin kota. Hasilnya adalah catatan reflektif tentang kontroversi kebijakan pemerintah RI dan aksi-reaksi dari mahasiswa dan masyarakat atas kenaikan harga BBM. Catatan ForKATA ini tentu saja akan tetap relevan hingga kini lantaran pemerintah belum pernah merancang kebijakan penurunan harga BBM (Bahan Bakar Minyak).
Catatan ini menjadi menarik ketika ForKATA mencoba mengulas aksi-reaksi mahasiswa dari waktu ke waktu berkaitan dengan penolakan kenaikan BBM. isu seputar independensi organ aksi, fragmentasi isu, dan polarisasi gerakan mahasiswa terungkap dalam forum ini. ForKATA terkesan mengambil jarak dari dinamika aksi. Adalah Subhan Usman alias Uya, yang sempat mengkordinasi ForKATA, merangkum hasil diskusi  hari itu. Berikut catatannya.

22 Agu 2011

Bagaimana Organizer Komunitas di AS Menyelamatkan Demokrasi

Judul postingan ini diolah dari review buku koleksi website goodreads yang berjudul Calling All Radicalls: How to Grassroots Organizers Can Save Our Democracy http://www.goodreads.com/book/show/1066652.Calling_All_Radicals. Penulisnya adalah Gabriel Thompson, seorang organisator komunitas, jurnalis, sekaligus peneliti serikat pekerja, dan pembela kaum migran di Brooklyn. Selain Calling All Radicalls, dia juga penulis buku Working in the Shadows dan There’s No José Here.
Buku Calling All Radicalls (Nation Books, 2007), termasuk salah satu dari tiga buku, yakni Building Powerful Community Organizations: A Personal Guide to Creating Groups That Can Solve Problems and Change the World (Michael Jacoby Brown); Tools for Radical Democracy: How to Organize for Power in Your Community (Joan Minieri and Paul Getsos), yang secara tegas berafiliasi pada pikiran dan model pengorganisasian gerakan Saul David Alinsky. Ketiga buku tersebut memang dipersembahkan kepadanya. Alinsky dikenal luas oleh kalangan organizer dan advokasi masyarakat akar rumput, tidak saja di AS, tapi juga di Asia, khususnya di Filipina melalui salah seorang muridnya Dennis Murphy, pendiri Urban Poor Association (UPA). Di Indonesia, selain UPC - Urban Poor Consortium, "taktik radikalisasi” Saul Alinsky dikembangkan menjadi manual pengorganisasian rakyat pedesaan, yang salah satunya diterbitkan oleh jaringan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA). Semua itu merupakan intisari dari konsep Rules for Radicals: A Pragmatic Primer for Realistic Radicals. Alwy Rachman secara apik menerjemahkan intisari prinsip radikal Alinsky dalam blognya:10 Taktik untuk Para Radikal: Dalil-dalil Alinsky tentang Kekuatan dan Kekuasaan 

19 Agu 2011

Solusi Paradigmatik Atasi Kemiskinan

M. Nawir
Aktivis Jaringan Rakyat Miskin Kota - Uplink Indonesia
Postingan berikut ini dipetik dari hasil wawancara yang dimuat media online Kabar Makassar.com edisi 11 oktober 2010. Sedikit diedit dan penambahan kata oleh penulis. Judul asli Harus Ada Solusi Nyata Atasi Kemiskinan (buka http://www.kabarmakassar.com/ berita/30-opini-utama/530-harus-ada-solusi-nyata-atasi-kemiskinan.html).
Data kemiskinan di kota Makassar adalah data versi BPS yang menggunakan indikator nasional. Setahu penulis, pemkot belum pernah merilis data dan angka kemiskinan versi sendiri berdasarkan survey dengan indikator lokal. Kemungkinan besar berbeda dengan BPS, bisa lebih besar, atau sebaliknya.

5 Agu 2011

Rumah, Mobil, Korupsi, dan Ilegalitas di Kota

Oleh M. Nawir
Judul postingan di atas diinspirasi oleh tulisan Leonardo Padura Fuentes dalam versi bahasa Inggris yang berjudul Cuba: Cars, Houses, Corruption, Illegality, yang saya petik dari website “Other News” asuhan Roberto Savio, edisi Kamis 28 Juli 2011. Leonardo Padura Fuentes adalah seorang penulis dan wartawan Kuba, yang novelnya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari lima belas bahasa. Karyanya yang terbaru adalah The Man Who Loved Dogs, yang menggambarkan Leon Trotsky dan pembunuhnya Ramon Merc ader sebagai karakter tokoh sentralnya (silahkan berselancar di http://www.other-net.info/index.php).
Judul tulisan tersebut akan lebih kontekstual jika dikaji dari trend pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia, tidak terkecuali di Makassar. Pertumbuhan kota yang ditandai dengan membengkaknya kepadatan penduduk akibat urbanisasi seakan berkejaran dengan tingkat kepadatan pemukiman, dan kepadatan kendaraan bermotor di jalan raya pada satu sisi; serta, praktik-praktik ilegalitas seperti korupsi di level elit politik , dan kriminalitas warga kota, pada sisi yang bersamaan.

21 Jun 2011

Hak-hak Individu dan Sosial di Indonesia

Mochtar Pabottinggi
Artikel Yayasan Paramadina
Dalam Spheres of Justice (1983), Michael Walzer dengan tepat menyatakan bahwa semua distribusi barang atau hak adalah adil atau tidak adil menurut makna sosial yang diberikan kepada barang/hak tersebut. Yang hendak ditekankan oleh Walzer di sini ialah kenyataan bahwa rasa, prinsip dan praktek keadilan berbeda-beda menurut sejarah, kebudayaan, atau kosmologi masing-masing masyarakat. Dengan demikian rasa, prinsip, dan praktek keadilan selamanya bersifat partikular dan karena itu juga plural.
Partikularitas dan pluralitas persepsi tentang keadilan telah dikemukakan lebih dahulu oleh Barrington Moore dalam dua studinya yang terkenal Social Origins of Disctatorship and Democracy (1966) dan Injustice: The Social Bases of Obedience and Revolt (1978). Menurut pandangan Moore, partikularitas lah yang membuat suatu pilihan atau tindakan individual/ sosial menyangkut keadilan berlaku atau tidak berlaku, bukan universalitasnya.

20 Jun 2011

Prinsip-prinsip Kunci Pendidikan Paulo Freire

Tulisan ini adalah salah satu Materi Dasar Pelatihan CO (Community Organizing) – Uplink Indonesia region Sulawesi yang dilaksanakan oleh UPC Jakarta pada tahun 2005 di Makassar. Acuan pokok materi ini diambil dari buku karangan Anne Hope dan Sally Timmel: Training for Transformation, Book 1, London - Intermediate Technology Publications, 1999, dan; buku Pendidikan Popular karangan Mansour Fakih dkk.
Postingan ini dimaksudkan sebagai referensi bagi aktivis mengenai pokok-pokok pikiran Paulo Freire tentang pendidikan pembebasan yang sangat digandrungi oleh para aktivis pengorganisasian komunitas (CO) dan gerakan sosial dekade 70-80an. Paulo Freire Reglus Neves, begitu nama lengkapnya; lahir di Recife, ibukota provinsi timur laut Brasil, salah satu daerah yang paling miskin di Amerika Latin. Meskipun dibesarkan dalam keluarga kelas menengah, Freire tertarik pada pendidikan orang miskin di wilayahnya. Berkualifikasi sebagai pengacara, Freire kemudian mengembangkan 'sistim' pengajaran untuk semua tingkat pendidikan.

Usaha Menerobos “Konstruksi Rahasia” dalam Pelayanan Kesehatan

  M. Nawir*
Kebijakan tentang sistim kesehatan di Indonesia terus diperbaharui. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 diperbaharui oleh UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembaruan ini dimaksudkan agar sistim kesehatan dan pelayanan kesehatan dasar menopang perwujudan Indonesia Sehat 2020. Salah satu penegasan dalam undang-undang tersebut adalah memastikan hak setiap warga negara Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima, yakni dengan cara mendahulukan pelayanan daripada urusan adminitrasi. Hal ini didasari oleh banyaknya pengaduan pasien dan keluarga pasien yang dipersulit hanya karena ketidaklengkapan administrasi maupun ketidakmampuan ekonomi. Meskipun sudah ada program Askeskin, yang kemudian diperbaharui menjadi Jasmkesmas, persoalan tersebut masih terjadi hingga saat ini.

2 Jun 2011

Sebuah Negara Pretorian dalam Pijakan Ormas

BAMBANG SETIAWAN
Litbang Kompas
Date: Wed, 10 May 2006 02:02:14 +0200
Pasca keruntuhan rezim otoritarian Soeharto sewindu lalu, Indonesia memasuki masa kritis, antara mengarah pada negara demokrasi atau terjegal menjadi negara pretorian. Lemahnya otoritas lembaga negara pada masa reformasi menjadikannya lahan yang subur bagi tumbuhnya organisasi masyarakat dan gerakan politik massa. 
Berkembangnya organisasi masyarakat (ormas) harus dilihat dari dua sisi. Sisi pertama, sebagai petunjuk tumbuhnya kehidupan demokrasi. Studi di pelbagai negara yang baru saja mengalami kejatuhan rezim otoriter menunjukkan terjadinya perkembangan organisasi masyarakat yang sangat pesat. Sisi kedua, pertanda yang bisa menjadi petunjuk bagi lemahnya lembaga otoritas negara yang memicu munculnya masyarakat pretorian.

30 Mei 2011

Perlindungan Hak Atas Perumahan yang Layak


Hak atas perumahan yang layak berlaku bagi setiap orang. Hak ini secara integral terkait dengan hak asasi manusia lain yang termuat dalam dua kovenan internasional; Konvensi Hak Sipil dan Politik, serta Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Berdasarkan instrumen hukum yang telah diakui dan diratifikasi pemerintah Indonesia, serta hukum nasional yang berlaku, negara memiliki kewajiban untuk mempromosikan, menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas perumahan yang layak bagi semua orang. Instrumen hukum yang menjamin hak atas perumahan sebagai berikut:

28 Mei 2011

Rencana Jadi Bencana

pamflet protes korban lumpur lapindo
Catatan dari Kasus Lumpur PT Lapindo Brantas Sidoarjo
(17-29 Desember 2006)
M, Nawir
Akhir tahun 2006, setahun setelah semburan pertama pada 26 Mei 2006, saya melakukan observasi beberapa desa di kecamatan Porong dan Tanggulangin yang terendam dan hampir terendam lumpur lapindo. Sebagian besar wilayah desa Renokenongo, Jati Rejo, Siring kecamatan Porong, serta Perumtas I kecamatan Tanggulangin sudah terendam lumpur. Warga keempat desa tersebut sudah mengungsi dan tersebar di Sidoarjo dan sekitarnya.  Mereka  menyepakati mekanisme penyelesaian "cash and carry", dimana setiap warga mendapat biaya kontrak rumah dan uang makan. Sedangkan Desa Kedung Bendo kecamatan Tanggulangin pada waktu itu baru saja terendam luapan lumpur. Pada awal Januari 2007, warga desa tersebut mengungsi di pasar baru Porong.

27 Mei 2011

Sisakan 25% Energi untuk Mengurusi Politik


Olle Tornquist
Olle Torquist
Model-Model Demokratisasi
Transisi demokrasi didominasi yang banyak terjadi saat ini didominasi oleh model yang dipicu oleh ketegangan di tingkat elit: demokratisasi terjadi kalau ada gesekan kepentingan dan kekuatan di tingkat elit yang menyebabkan dijatuhkannya sang penguasa puncak, diganti oleh penguasa baru, dengan kompromi yang bentuk umumnya adalah pemberian konsesi ekonomi kepada penguasa lama yang dimundurkan, dan dimasukkannya sebagian orang lama dari masa penguasa lama ke dalam posisi-posisi di pemerintahan penguasa baru. Tekanan internasional mengambil peranan penting untuk memaksa terjadinya pergeseran-pergeseran di tingkat elit tersebut.
Pendekatan yang elitis ini berawal dari Spanyol yang pada tahun 1970-an diperintah oleh diktator yang bernama Jenderal Franco. Kejatuhan Jenderal Franco dan masuknya negara ini ke dalam alam demokrasi dinilai sebagai contoh dari pentingnya peran elit dalam transisi demokrasi. Kecenderungan ini kemudian menyebar ke Amerika Latin yang masyarakatnya memiliki sejarah panjang perbenturan antara gerakan radikal dengan kekuasaan otoriter, kemudian menular ke Eropa Timur setelah runtuhnya Yugoslavia, lalu ke Afrika, Asia, termasuk Indonesia.