29 Nov 2016

REFLEKSI SASTRA KEBANGSAAN

M. Nawir
PASTRINDO
Pserserikatan Alumni Sastra Indonesia
Bahasa menunjukkan bangsa, Sastra merefleksikan identitas bangsa melalui bahasa. Bahasa dan sastra adalah senyawa kebangsaan indonesia. Secara historis, hal itu telah diamanahkan oleh kaum muda pelopor republik pada tahun 1928 melalui Sumpah Pemuda. Satu kesatuan bahasa, tanah, dan bangsa itu adalah proklamasi kebangsaan, yang tidak terpisah dari proklamasi kemerdekaan 1945.
Wawasan kebangsaan mencakup kesadaran tentang pluralitas suku, ras, antargolongan, khasanah budaya dan adat istiadat; kesadaran tentang ideologi antar bangsa, sistim politik, dan terutama simbol-simbol pemersatu suatu bangsa seperti bahasa, lagu dan bendera kebangsaan.

19 Nov 2016

Identitas Budaya Bangsa dalam Bingkai NKRI

Andi Abd. Khalid Syukur
Diskusi Kritis Meneguhkan Identitas Budaya Bangsa dalam Bingkai NKRI, yang digelar oleh jaringan relawan Almisbat, JNIB, dan Seknas Jokowi telah berlangsung dua sesi dalam sepekan ini (14 dan 19 November 2016). Tema diskusi ini, menjadi penting dituliskan dan terus didiskusikan merujuk pada peristiwa politik yang sedang mendera bangsa Indonesia. Selama Orde Baru, bangsa-bangsa atau suku-suku bangsa telah dimanipulasi melalui budaya populer pemerintah dan kekerasan militer guna ideologi “pembangunanisme”. Efek-efek dari Orde Baru selama ini tidak berusaha sepenuhnya diobati, sehingga gejalanya masih terus berakar di masa reformasi ini. Gejala-gejala ini, dapat menghadirkan disintegrasi bangsa, sehingga memposisikan kembali identitasi budaya sebagai pengikat Negara kesatuan, yang berbasis pada keberagaman dan pengakuan bangsa-bangsa didahulukan dalam pemahaman bernegara.

16 Okt 2016

Merayakan Hari Habitat 2016

MEMBANGUN RUMAH PERADABAN
https://www.youtube.com/watch?v=bQH8gRGWntM
Merupakan agenda tahunan Jejaring Rakyat Miskin Indonesia (JERAMI) merayakan World Habitat Day pada minggu pertama bulan Oktober. Tahun ini, Jerami - KPRM Makassar melakukan pawai dari Monumen Mandala ke Lapangan Karebosi, kemudian dilanjutkan dengan Dialog Kebijakan Pemerintah Kota Makassar. Perayaan tahun ini dihadiri tidak kurang dari 500 massa rakyat KPRM (lih. link beritanya http://makassar.tribunnews.com/2016/10/16/jerami-tuntut-kesejahteraan-lewat-dialog-bareng-pemkot-makassar, http://makassartoday.com/2016/10/16/ribuan-orang-peringati-hari-habitat-dan-penghapusan-kemiskinan-di-karebosi/.Selain poster, spanduk, siaran pers, perayaan hari habit Jerami - KPRM diramaikan dengan pertunjukan seni tradisi 'Ganrang Buloa', yakni seni pencak diiiringi gendang dari warga pesisir Tallo, Buloa.

12 Sep 2016

Revolusi (Mental) Berkebudayaan

Setelah 16 tahun melaksanakan reformasi, kenapa 
masyarakat kita bertambah resah dan bukannya tambah bahagia, 
atau dalam istilah anak muda sekarang, semakin galau?
(Revolusi Mental Joko Widodo, 2015)
Tulisan ini hendak mewacanakan kebudayaan dan visi revolusi mental. Penulis memahami atau mengembangkan gagasan yang dimaksud Jokowi tentang revolusi mental itu adalah pengembangan strategi atau politik kebudayaan, yaitu melakukan perubahan secara kultur berpolitik dan berpemerintahan. Sehingga penulis menegaskan bahwa tanpa perspektif kebudayaan dan gerakan sosial, gelora revolusi mental akan berhenti sebatas jargon politik, dan tidak akan terinternalisasi menjadi perilaku dan mentalitas yang diharapkan Jokowi (M. Nawir).

24 Agu 2016

Seni dalam Kampung Kota

Setiap tahun di kampungku, pemuda atau pun remaja merayakan Hari Kemerdekaan 17 Agustus dengan berbagai lomba, dan diakhiri dengan apa yang mereka sebut Malam Pesta Rakyat. Tanpa diskusi, apalagi debat soal kedaerahan versus nasionalisme yang kadang melelahkan. Yang pokok bagi pemuda-remaja lorongku ini adalah kemeriahan berolahraga, bermain, dan pertunjukan seni yang tidak kalah serunya. 
Adalah tradisi, begitu lebih tepat aku menyebut semua itu. Kegiatan Agustusan selalu berulang bentuk dan ritmanya. Misalnya, satu bentuk skpresi mereka yang khas, ialah seni teater, yang kental dengan ekspresi simbolik kedaerahan dan kepahlawanan. Latar panggung, kostum pemain, alur cerita, dan dialog yang vulgar, juga kocak dilakonkan tanpa skenario dan sutradara. Memang ada kemiripan dengan teater tradisi Kondobuleng, yang cukup popular dari tetangga kampung. Hanya saja teater lorongku ini dimainkan oleh remaja usia 17 - 27 tahun. Dan, setiap pentas, selalu saja ada pemain baru yang lebih muda. Penontonnya lebih seru lagi. Selain tokoh dan tetua kampung sepeti RT, RW, lurah sampae camat, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak, remaja dan ibu-ibu rumah tangga. Tentu lah suasana sangat meriah karena yang pentas adalah kerabat, teman sebaya, anak-kemenakan mereka. Panggung yang pas-pasan terasa meluas. Begitu lah cara orang kampung mewariskan tradisi.

7 Mei 2016

TENTANG MORALITAS GURU

M. Nawir
Perserikatan Alumni Sastra Indonesia (PASTRINDO) FIB Unhas
Beda dahulu dengan sekarang. Tidak berarti mengidolakan yang dahulu, yang sekarang bukan idola. Sudah terlanjur melekat nilai-nilai kemuliaan pada sesuatu atau seseorang yang dahulu. Misalnya, guru ‘umar bakri’ versi lagu Iwan Fals, yang ‘jujur berbakti’, yang menghasilkan profesor, insinyur  dan menteri. Tetapi, sang guru masa lalu itu masih ‘bersepeda kumbang’ dengan tas dari ‘kulit buaya’.

21 Mar 2016

Menganut Aliran Abstrak, Peniup Peluit Ini Mengaku Hidup Karena Panggilan Jiwa

Dewicha Kinanti Tandiari
14/364952/SA/17389
Dalam sehari, saya menjumpai kurang lebih lima tukang parkir di beberapa tempat tertentu. Mulai dari supermarket, pasar, hingga warung-warung kecil di pinggir jalan. Dari beberapa jenis tukang parkir yang saya jumpai, ada satu yang menarik perhatian. Tubuhnya terbilang pendek, pakaiannya rapi, peluit dikalungkan di leherny, serta memakai sepatu gunung berwarna jingga. Jemarinya bergerak memutar membersihkan motor dan helm pengunjung warung makan menggunakan kain lap. Sungguh pemandangan yang tidak biasa dari seorang tukang parkir. Tidak lupa Ia memberi senyum dan mengucap terima kasih dan hati-hati dengan bahasa jawa kepada pengunjung yang telah Ia bersihkan motornya. Ya, begitulah kiranya seorang tukang parkir “teladan” dalam versi saya, Pak Budi Santoso namanya. Beliau sehari-hari menjadi tukang parkir di beberapa warung di daerah Kuningan, Karangmalang, Yogyakarta. Sudah tiga kali saya makan di salah satu warung tersebut, dan saya selalu senang melihat Bapak berumur 54 tahun itu bekerja dengan sangat tekun, meski hanya mengelap motor yang parkir disana. Pak Budi, begitu sapaan akrabnya, sudah bekerja menjadi tukang parkir selama empat tahun. Saya menyempatkan diri untuk ngobrol dengan Pak Budi. Kisah hidupnya ternyata amat menarik, penuh tanggung jawab dan kerja keras. Ia selalu mengaku bahwa dirinya hanya ‘orang kecil’, tapi saya tahu, semangat hidupnya jauh lebih besar dari itu.

22 Feb 2016

Orang Kecil yang Berfikir Besar: Sosok Pejuang Rakyat

Aman Wijaya
(https://indonesiana.tempo.co/read/63752/2016/02/22/aman.wijaya.aman/orang-kecil-yang-berfikir-besar-sosok-pejuang-rakyat)
Saya mengenalnya enam tahun yang lalu di sebuah warung kopi di kota Makassar. Saat itu, saya yang kebetulan sedang mem-browsing tugas perkuliahan, mengamati para pengunjung warkop tersebut dan mendapati sekumpulan orang yang sebagian besar dari mereka adalah senior saya di kampus. Di antara mereka, ada sosok yang sama sekali tidak ku kenali. Waktu itu, dia hanya diam mengamati rekan-rekannya yang sedang berdiskusi. Di sela-sela pendiskusian, sekali-sekali rekan-rekannya memotong pendiskusian dan meminta pendapatnya. Namun orang itu hanya mengangguk-ngangguk tanpa sepatah kata. Selang beberapa minggu, di tempat yang sama, orang itu muncul lagi. Dan seorang teman memperkenalkan saya padanya. M.Nawir, itulah namanya.
Setiap kali saya mengunjungi warung kopi itu, saya selalu mendapati dirinya di tengah-tengah pengunjung lainnya. Tapi karena belum beberapa lama mengenalnya, saya masih enggan untuk menginisiasi sebuah obrolan bersama dirinya. Padahal saya begitu penasaran, karena beberapa dosen saya seringkali mengatakan bahwa, “Nawir adalah sosok yang berpotensi menjadi orang kaya, namun tetap memilih menjadi miskin”. Selain itu, katanya dia juga dikenal sebagai sosok pekerja sosial yang yang terampil, tak kenal lelah, dan jadi buah pembicaraan publik utamanya rakyat miskin kota. Sebab itu, saya coba menanyakan banyak hal ke seorang senior yang cukup dekat dengannya.
***

13 Feb 2016

INDONESIA BAGIAN DESA SAYA

Judul postingan di atas dipetik dari sebuah buku karya Emha Ainun Nadjib, yang berisi 29 tulisan esais tentang dinamika budaya pedesaan dalam perubahan sosial di era 1990-an. Buku ini merefleksikan situasi kritis masyarakat pedesaan pasca pemilu 1992. Cak Nun memandang politisasi dan modernisasi desa oleh orang-orang kota adalah sumber permasalahan, yang menimbulkan gejolak sosial yang mendalam. Menguatnya kepentingan kepentingan kelompok dominan (status quo), dalam hal ini partai Golkar, disertai dengan penetrasi gaya hidup kaum metropolis telah mengubah tidak hanya mengubah pola relasi antarwarga, lebih dari itu merusak sendi-sendi moral-spiritual masyarakat desa.