1 Mei 2017

BUMDes - Booming Usaha Milik Desa

Catatan Seminggu di Halmahera Barat
Suharto dan Susanto. Kedua lelaki paruh baya ini adalah transmigran asal Jember Jawa Timur. Sejak tahun 1992 mereka menetap di desa Golago Kusuma kecamatan Sahu Timur kabupaten Halmahera Barat Maluku Utara. Pak Harto, begitu panggilan sehari-harinya adalah Kepala Desa. Sedangkan pak Santo adalah Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sebagai Kades, pak Harto secara ex officio menjabat Komisaris BUMDes  Dan, pak Santo sebagai direktur, tentu saja adalah pelaksana mandat keputusan Musyawarah Desa yang ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 
Golago Kusuma adalah ‘desa trans’, begitu masyarakat menyebutnya. Dua tahun lalu, desa ini mekar menjadi tiga bagian. Sebelah timur menjadi desa Sidodadi, dan ke arah barat menjadi desa Air Panas. Golago sebagai desa induk berada di tengah keduanya. Lantaran itu pula desa Golago saat ini menjadi destinasi pembangunan di Halmahera Barat. Apalagi setelah kunjungan Menteri Desa dan Transmigrasi, Eko Putro Sanjoyo sebulan lalu, Golago kian bergeliat. Pak Harto dan pak Santo pun jadi ‘seksi’ sibuk menerima kunjungan tetamu dari berbagai instansi pemerintah daerah maupun pusat.
Sejak dahulu hingga kini, mayoritas warga desa Golago adalah petani dan peternak. Beras, jagung, buah, sayur-mayur, kelapa, daun atsiri, juga daging sapi dan ayam melimpah, sehingga desa Golago menjadi salah satu lumbung pangan di kabupaten Halmahera Barat hingga Ternate. Budidaya tanaman keras seperti kopi dan kakao dibatasi oleh pemerintah. Dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300 KK, lapangan kerja terbuka lebar. Seperti kata pak Harto dan pak Santo, tidak ada warga yang menganggur di desanya. Asalkan berkemauan mengolah lahan dan tidak boros, pasti bisa menabung. Hanya saja, keduanya merasakan desa Golago masih seperti dahulu, tertinggal dengan pertumbuhan ekonomi yang datar-datar saja.
Perasaan tertinggal yang dirasakan warga desa Golago dan sekitarnya diukur dari pembangunan infrastruktur dan sarana komunikasi. Sembilan jalan gang yang langsung terhubung dengan lahan pertanian dan perkebunan adalah jalanan berbatu. Jaringan telekomunikasi belum tersedia. Listrik tidak stabil. Sarana angkutan umum (angkot) sangat terbatas. Padahal desa ini berada di jalan poros, hanya sekitar 30 menit dari Jailolo kota kabupaten Halmahera Barat (Halbar).
Pasca pemilihan bupati setahun lalu dan kunjungan Menteri Desa sebulan lalu, membuat pak Harto, pak Santo, juga pemuda desa optimis. Dibanding desa lainnya, desa Golago telah memiliki kantor dan gudang BUMDes, bantuan langsung dari pemerintah pusat. Tahun depan, jalan desa mulai dibangun. Lahan untuk tanaman jagung dan peternakan sapi akan diperluas. Bahkan Kementerian Desa dan PDT telah mencanangkan desa Golago sebagai lokasi pengembangan Wisata Agropolitan (Agrobotanical Tourism). BUMDes akan menjadi pengelola kawasan tersebut.bersama pemerintah daerah.
BUMDes adalah organisasi usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung kekayaan desa yang disisihkan. Pengertian ini tertuang dalam Aturan Dasar BUMDes Golago Kusuma. Rata-rata penyertaan modal desa ke dalam BUMDes sebesar Rp 70 -100 juta atau sekitar 10% dari alokasi Dana Desa. Bagi pengelola BUMDes dana sebesar itu hanyalah stimulan. Dana sekecil itu belumlah sebanding dengan  potensi ekonomi dan usaha yang hendak dikelola BUMDes.
Pendirian BUMDes memang lagi booming setahun terakhir ini. Kebijakan pemerintah pusat disambut baik oleh Pemda. UU Desa No. 6/2017 memungkinkan Pemda membentuk BUMDes sambil menproses Perda bersama DPRD. Cukup dengan Peraturan Desa (Perdes), BUMDes didirikan dengan merujuk pada alokasi dana desa dan tata cara pendirian BUMDes yang tertuang dalam undang-undang dan peraturan menteri desa. BUMDes adalah keweangan lokal berskala desa. Misalnya, Pemda.Halbar saat ini telah membentuk 100-an BUMDes dari 126 desa, dan barulah lima desa yang mengikuti pelatihan.
Seminggu lalu (25-29 April 2017) Pak Harto dan pak Santo beserta Kades dan pengurus BUMDes empat desa lainnya mengikuti pelatihan pengelolaan BUMDes yang dilaksanakan Balai Latihan Masyarakat (Balatmas) Makassar. Beberapa persoalan yang mengemuka dalam pelatihan tersebut, antara lain:
(1) Aspek Legal-FormalBoom pembentukan BUMDes setahun terakhir ini mengikuti kebijakan pemerintah pusat dan daerah, seiring dengan arahan Permendesa No. 4/2015. Namun, pendirian BUMDes tidak harus merujuk pada Perda. Seperti yang terjadi di Halmahera Barat,  dasar pendirian BUMDes yang terutama dalah Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa. Bahkan pembentukan struktur pengurus BUMDes (de facto) mendahului penerbitan Perdes. Bagi warga desa, aspek legal-formal dapat diatur kemudian. Kebutuhan yang terutama adalah pengetahuan dan keahlian dalam mengelola sumberdaya manusia (pengurus) dan sumberdaya ekonomi desa. Sedangkan aspek legal diperlukan dalam mengakses modal perbankan dan kemitraan dengan pihak ketiga.
(2) Modal Usaha: Pada soal ini, pengelola BUMDes masih meletakkan modal dalam arti: dana yang utama, mentalitas kewirausahaan (enterpreneurship) belakangan. Sehingga, penyertaan modal dari dana desa dinilai kecil dibanding potensi ekonomi yang hendak dikelola. Masalahnya kemudian, ketika dana dibesarkan, usaha dikembangkan, apakah otomatis usaha dan produktivitas mengalami penningkatan? Sekalipun produktivitas meningkat, apakah otomatis jejaring pasar dan konsumen terbuka? Pada banyak contoh kasus, bantuan modal atau kredit usaha kecil, macet, lantaran permintaan konsumen stagnan. Apa yang terjadi jika panen jagung melimpah, sementara permintaan pasar hanya berputar di sekitaran Golago - Jailolo? Bisa jadi harganya anjlok. Maka, lebih dari sebatas kemampuan manajemen dan teknik pemasaran yang baik, BUMDes memerlukan kehadiran negara atau pemerintah dalam mengelola produktivitas usaha.
(3) Wira Usaha: Desa Golago Kusuma, dan umumnya desa-desa di Halmahaera Barat memiliki kekayaan alam pertanian, perkebunan, peternakan, dan keindahan alam yang merata. Lahan yang luas, populasi penduduknya kecil. Kondisi ini memungkinkan BUMDes mengembangkan diversifikasi usaha, misalnya dengan berinvestasi di bidang teknologi tepat guna. Sehingga modal dalam arti stimulan menjadi efektif. Bukan hanya digunakan dalam skema simpan-pinjam atau bisnis rente, modal BUMDes dimaksimalkan untuk menguatkan mentalitas kewirausahaan dan pemanfaatan teknologi pengolahan bahan mentah. Sebagai contoh usaha penyulingan minyak atsiri, pengolahan pakan ternak, dan pupuk kompos untuk tanaman pangan adalah contoh diversifikasi usaha BUMDes. 
(4) Jenis Usaha: Pak Santo dan pak Harto membayangkan BUMDes memiliki toko yang menyediakan Sembilan Kebutuhan Pokok (Sembako) bagi warga desa. Ide ini cukup feasible, dan berhasil-guna apabila dibarengi dengan rasa kepemilikan dari seluruh warga desa. Selain harga Sembako yang terjangkau, konsumen memperoleh nilai tambah dari toko BUMDes. Misalnya, konsumen atau anggota BUMDes mendapatkan semacam ‘bagi hasil’ dari setiap transaksinya. Prinsipnya, belanja adalah menabung. Sehingga pada suatu waktu seperti menjelang hari raya tertentu, konsumen dapat mengambil tabungannya.
(5) Skala Prioritas: Begitu banyak jenis jenis usaha rakyat. Tetapi tidak semua usaha-usaha itu mampu dikelola atau dikendalikan oleh BUMDes. Dalam hal ini BUMDes berperan sebagai holding, yang mendinaisasi, menfasilitasi, dan mendukung usaha rakyat. Mengikuti anjuran kementerian desa, one village one product, BUMDes dapat memprioritaskan satu jenis atau bentuk usaha yang menjadi ikon perekonomian desa. Untuk memulainya, BUMDes memerlukan studi kelayakan dan prospek pengembangan usaha. Tidak harus berupa agro-wisata karena hal itu memerlukan sumberdaya dan dana yang besar.
(6) Sistim Data: Berkaitan dengan sistim database adalah survey dan studi kelayakan usaha. BUMDes sebaiknya melakukan pemetaan terhadap semua jenis usaha dan organisasi ekonomi warga desa, melakukan survey pasar secara periodik di tingkat lokal-nasional, serta mengupdate perkembangan usaha desa. Sistim database yang mudah dibuat oleh pemuda desa (managble) dan dapat dijangkau publik (accesible) akan meyakinkan (performance) keberadaan BUMDes selaku penggerak perekonomian desa.
(7) Admisnistrasi-Keuangan: Aspek ini memerlukan keahlian khusus akuntansi. Lazimnya pencatatan keuangan suatu badan usaha mencakup laporan Investasi, Arus Kas, Laba-Rugi dan Neraca. Pada praktiknya, pengelola BUMDes mengutamakan pencatatan Arus Kas (Debet-Kredit-Saldo), dan perhitungan Laba-Rugi. Sangat terbatas kemampuan pengelola BUMDes mencatat, membukukan dan menganalisis biaya modal investasi, biaya tetap dan biaya tidak tetap. Contoh praktis dari studi kelayakan usaha budidaya komoditi pertanian dan perkebunan, air bersih, batako, dan agen minyak tanah. Dengan analisis sederhana, perhitungan biaya modal dan proyeksi keuntungan dengan mudah diketahui. Rata-rata proyeksi keuntungan yang dihasilkan adalah 50% dari biaya modal. Analisis terhadap biaya produksi hanya mencakup biaya tetap seperti tenaga kerja. Faktor-faktor lain, seperti masa pakai atau nilai ekonomi barang investasi terabaikan. Begitu pun perhitungan titik impas (break even point) dan kembalinya modal investasi (return in investment) terabaikan. Padahal dengan kedua rumus itu (BEP dan ROI), Laba Rugi (B/C) suatu usaha dapat diketahui dan diukur dalam suatu kurun waktu. Dari praktik analisis BEP dan ROI, dapat diketahui: (a) rencana usaha BUMDes cukup layak, rata-rata di atas 1 poin (1-3), namun; (b) pengembalian modal usaha itu relatif lama, lebih dari dua tahun.
Pikiran dan perasaan pak Harto dan pak Santo di desa Golago Kusuma adalah harapan dan keinginan semua pihak yang mencita-citakan Kedaulatan dan Ketahanan Ekonomi di tangan rakyat. Kerukunan dan pengabdian mereka menentukan masa desa usaha orang desa.
Semoga semuanya sehat selalu. Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar