11 Mei 2006

Tolak Abolisi, Grasi, Amnesti, Rehabilitasi dan Rekonsiliasi: Seret Soeharto ke Meja Hijau!

 (Pernyataan Sikap 15 Mei 2006)

Menurut Global Corruption Report terbaru dikeluarkan oleh Transparency International, kekayaan Soeharto ditaksir antara sekitar US$ 15-35 miliar atau sekitar Rp 127,5 – Rp 297,5 triliun (kurs Rp 8.500/dollar). Kekayaan keluarga Soeharto adalah hasil dari segala macam rekayasa busuk dan praktik-praktik KKN yang dijalankannya, istri dan dan anak-anaknya Tutut, Sigit, Bambang, dan Tommy bekerjasama para kroninya. Dengan harta hasil korupsi, mereka menjadi koruptor terbesar di dunia, jauh mengungguli koruptor lainnya: Soeharto US$15-US$35 miliar (Indonesia, 1967-98), Ferdinand Marcos $5-10 miliar (Philippines, 1972-86), Mobutu Sese Seko $5 miliar (Zaire, 1965-97), Sani Abacha $2-5 miliar (Nigeria, 1993-98), Slobodan Milosevic $1 miliar (Yugoslavia, 1989-2000).  Kejahatan Soeharto bukan hanya karena dia telah mencuri kekayaan negara dan rakyat dalam jumlah yang amat besar, tetapi juga karena telah mengumpulkan kekayaan di atas tumpukan mayat jutaan orang sejak tahun 1965 selama rezim militernya berkuasa.

Soeharto pelanggar HAM terberat. Pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penculikan, kekerasan berbasis gender, pemindahan penduduk secara paksa, hingga pembumihangusan menjadi tragedi berdarah sepanjang 32 tahun pemerintahannya. Pembantaian massal lebih dari tiga juta rakyat Indonesia tak bersalah (1965-1966). Menjadikan Aceh, Daerah Operasi Militer tahun 1990-1998 (tercatat 871 orang terbunuh secara seketika oleh tentara, 387 hilang yang akhirnya ditemukan meninggal, lebih 500 orang lainnya hilang). Tragedi Tanjung Priuk, data terakhir menunjukkan 20 orang meninggal, 98 orang luka, 10 orang hilang. Tragedi Trisakti dan Semanggi 1998, kurang lebih menelan korban 1200 jiwa, pembakaran, penjarahan, serta perkosaan wanita keturunan Tionghoa sebanyak tidak kurang dari 167 orang. Belum lagi kekerasan militer di Timor-Timur dan daerah lainnya menjadi bukti pelanggaran HAM berat yang dilakukan Soeharto.

Dosa-dosa Soeharto sudah seharusnya ditebus kepada rakyat Indonesia dengan menyeretnya ke pengadilan dan memprosesnya lewat jalur hokum. Bukan lantas memberinya pengampunan dalam bentuk apapun. Lihat bagaimana Filipina mengusir mantan presiden Marcos dari negaranya, menyita hartanya untuk dikembalikan kepada negara, dan memaksanya hadir di pengadilan meski dalam keadaan sakit di Amerika. Atau Augusto Pinochet, mantan diktator Chile yang dicabut kekebalan hukumnya oleh Pengadilan Tinggi dan menyeretnya ke pengadilan sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada rakyat. Jangan biarkan Indonesia yang sudah tergadai, tambah kehilangan harga diri dengan memberi pengampunan pada Soeharto.  Seret Soeharto ke Pengadilan, Adili, dan Hukum seadil-adilnya atas nama Rakyat Indonesia.

KPRM – Simpul Uplink Indonesia Makassar