(Pernyataan Sikap 15 Mei 2006)
Menurut Global Corruption Report terbaru dikeluarkan oleh Transparency
International, kekayaan Soeharto ditaksir antara sekitar US$ 15-35 miliar atau
sekitar Rp 127,5 – Rp 297,5 triliun (kurs Rp 8.500/dollar). Kekayaan keluarga
Soeharto adalah hasil dari segala macam rekayasa busuk dan praktik-praktik KKN
yang dijalankannya, istri dan dan anak-anaknya Tutut, Sigit, Bambang, dan Tommy
bekerjasama para kroninya. Dengan harta hasil korupsi, mereka menjadi koruptor
terbesar di dunia, jauh mengungguli koruptor lainnya: Soeharto US$15-US$35
miliar (Indonesia, 1967-98), Ferdinand Marcos $5-10 miliar (Philippines,
1972-86), Mobutu Sese Seko $5 miliar (Zaire, 1965-97), Sani Abacha $2-5 miliar
(Nigeria, 1993-98), Slobodan Milosevic $1 miliar (Yugoslavia, 1989-2000). Kejahatan Soeharto bukan hanya karena dia
telah mencuri kekayaan negara dan rakyat dalam jumlah yang amat besar, tetapi
juga karena telah mengumpulkan kekayaan di atas tumpukan mayat jutaan orang
sejak tahun 1965 selama rezim militernya berkuasa.
Soeharto pelanggar HAM terberat.
Pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penculikan, kekerasan berbasis
gender, pemindahan penduduk secara paksa, hingga pembumihangusan menjadi
tragedi berdarah sepanjang 32 tahun pemerintahannya. Pembantaian massal lebih
dari tiga juta rakyat Indonesia tak bersalah (1965-1966). Menjadikan Aceh,
Daerah Operasi Militer tahun 1990-1998 (tercatat 871 orang terbunuh secara seketika
oleh tentara, 387 hilang yang akhirnya ditemukan meninggal, lebih 500 orang
lainnya hilang). Tragedi Tanjung Priuk, data terakhir menunjukkan 20 orang
meninggal, 98 orang luka, 10 orang hilang. Tragedi Trisakti dan Semanggi 1998,
kurang lebih menelan korban 1200 jiwa, pembakaran, penjarahan, serta perkosaan
wanita keturunan Tionghoa sebanyak tidak kurang dari 167 orang. Belum lagi
kekerasan militer di Timor-Timur dan daerah lainnya menjadi bukti pelanggaran
HAM berat yang dilakukan Soeharto.
Dosa-dosa Soeharto sudah
seharusnya ditebus kepada rakyat Indonesia dengan menyeretnya ke pengadilan dan
memprosesnya lewat jalur hokum. Bukan lantas memberinya pengampunan dalam
bentuk apapun. Lihat bagaimana Filipina mengusir mantan presiden Marcos dari
negaranya, menyita hartanya untuk dikembalikan kepada negara, dan memaksanya
hadir di pengadilan meski dalam keadaan sakit di Amerika. Atau Augusto
Pinochet, mantan diktator Chile yang dicabut kekebalan hukumnya oleh Pengadilan
Tinggi dan menyeretnya ke pengadilan sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada
rakyat. Jangan biarkan Indonesia yang sudah tergadai, tambah kehilangan harga
diri dengan memberi pengampunan pada Soeharto. Seret Soeharto ke Pengadilan, Adili, dan Hukum
seadil-adilnya atas nama Rakyat Indonesia.