MEMAKNAI RIWAYAT
zohra andi baso (1952-2015) http://wikipeacewomen.org/wpworg/en/wp-content/uploads/sites/2/2015/09/1269.jpg |
Ada yang sedang
Menanggalkan pakaianmu satu persatu
Mendudukkanmu di depan cermin dan
Membuatmu bertanya...
Tubuh siapa kah gerangan yang
kukenakan ini?
Ada yang sedang diam-diam
Menulis riwayat hidupmu
Menimbang-nimbang hari lahirmu dan
Mereka-reka sebab-sebab kematianmu
.
.
Puisi karya
Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni, 1990) sering dinyanyikan mahasiswa
fakultas Sastra Unhas. Suatu masa, dimana aktivis kampus menggandrungi filsafat
dan kajian seni. Di masa itu pula dinamika gerakan mahasiswa dan
masyarakat sipil menguat. Kelompok-kelompok studi dan penerbitan menjadi
alternatif gerakan mahasiswa. Di luar kampus, advokasi atau pembelaan atas hak
universal warga dimotori NGO/LSM. Sebut di antaranya adalah YLKI Sulsel, YLBHI Makassar,
WALHI, dan AMAN. LSM-LSM ini bisa menjelaskan riwayat Zohra Andi Baso, yang akrab dipanggil Karaeng
Intang atawa kak Zohra. Riwayat perjuangan organisasi masyarakat sipil di
Indonesia, apatah lagi di Makassar telah mencatat almarhumah kak Zohra sebagai pejuang advokasi HAM.
Saya
beruntung mengenal dan bekerja bersama kak Zohra di awal tumbuhnya kebebasan berpendapat dan
berserikat. Sesuatu yang sulit di masa kuatnya politik stabilitas Orde Baru.
Sekedar mengingat peran kak Zohra di balik perisriwa penting tahun 90-an, di antaranya; Mimbar Golput mahasiswa Unhas, Pertemuan Nasiomal Walhi II di makassar, aksi jaringan mahasiswa anti
nuklir (Jaman) di konsulat jepang, aksi menentang pembredelan Tempo, pengungkapan kasus
200 buruh perempuan di perkebunan kopi yang terpapar pestisida. Hingga momentum
aksi massa reformasi 1998. Peran kak Zohra tidak sebatas pendorong gerakan,
juga jaringan informasi, dan negosiator yang handal. Lebih dari itu dia adalah
pembela masyarakat marjinal yang total hingga di usia senjanya.
Tidak banyak
aktivis perempuan LSM yang tetap konsisten bicara lantang di hadapan pejabat
tentang kesetaraan dan demokrasi. Dikenal suka memprotes blak-blakan. Tetapi,
menjaga relasi sosial dengan pihak-pihak yang ditentangnya. Karakter aktivis
ini yang menjadi tauladan para pegiat gerakan advokasi pasca reformasi. Berbeda
pendapat, tidak bermusuhan. Mengkritik dilandasi maksud baik. Aksi jalan bukan
satu-satunya cara mencapai tujuan.
Begitu lah
pesan moral yang ditunjukkan kak Zohra dalam ucapan dan tindakan sepanjang karirnya.
Laiknya membaca puisi, memahami keberadaan seorang tokoh cerita,
problematiknya, cita-cita dan tujuan hidupnya, barulah terasa utuh bermakna di
akhir pembacaan itu. Demikian halnya kematian, bukan hanya haru biru. Di
dalamnya senantiasa melahirkan makna baru. Selamat jalan kak Zohra. Kami ikhlas
melepasmu (M. Nawir, mantan pengurus YLK
Sulsel, 1992-2002). (dimuat Tribun Timur Mks, 16 Maret 2015)