Gagasan aksi ini bermula dari pertemuan kelompok-kelompok tabungan warga miskin di beberapa kelurahan. Selain menghitung jumlah uang anggota kelompok tabungan, juga mengidentifikasi permasalahan sehari-hari. Salah satu persoalan yang mengemuka, yakni persyaratan identitas akte kelahiran yang menghambat anak-anak untuk masuk sekolah. Kendala ini merata dikeluhkan ibu-ibu pada semua kelompok. Sehingga pendamping dan ibu-ibu tabungan sepakat mengadukan persoalan akte kelahiran dengan cara mendatangi kantor Dinas Capil pada hari dan jam yang sama.
Di kantor Capil, perwakilan warga diterima oleh Wakadis Capil. Namun, jawaban Wakadis tidak memuaskan, hanya bersedia menampung tuntutan warga. Perwakilan warga walk-out dan terus berorasi di pintu masuk kantor Capil hingga Kadis hadir dan bersedia berdialiog di tengah kerumunan warga.
Dalam orasinya. perwakilan rakyat miskin kota memprotes ketidakjelasan realisasi SK Walikota dan banyaknya pungutan liar baik di catatan sipil maupun kantor kelurahan. Salah seorang orator menyebut pungutan Rp 1.500-5.000. Belum termasuk biaya pengurusan surat keterangan kelahiran, keterangan nikah dan keterangan tidak mampu di kelurahan. Urus keterangan nikah, imam kelurahan minta biaya Rp 50.000 sampai Rp 100.000; keterangan lahir dan tidak mampu masing-masing Rp 5.000 – 10.000. Bahkan staf kelurahan seringkali mempersulit warga dengan permintaan bukti lunas PBB, yang tidak ada hubungannya dengan akte kelahiran.
Akte Kelahiran merupakan hak anak, bukan untuk orang tuanya sebagaimana yang disebutkan dalam SK Walikota Makassar No. 690/Kep/474.I/2002 tentang pembebasan biaya penerbitan akte kelahiran bagi masyarakat yang tidak mampu. Oleh karena itu para orang tua anak mendesak agar jalur birokrasi surat-surat keterangan itu langsung ke kantor catatan sipil untuk menghindari pungli. Warga menginginkan persyaratan administrasi berupasurat keterangan nikah, kelahiran dan keterangan tidak mampu dapat diterbitkan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, dukun maupun organisasi masyarakat setempat.
Keberhasilan
Tuntutan rakyat miskin kota yang diakomodir oleh Kadis Capil ditindaklanjuti dengan melakukan pengorganisasian kelompok. Pada awalnya, terjadi perbedaan pendapat di antara warga sendiri. Ada warga yang sanggup mengurus akte melalui kelurahan asalkan bebas biaya atau pungutan. Sebagian warga yang ngotot menghindari birokrasi kelurahan bergabung dalam KPRM (Komite Pembebasan Rakyat Miskin). Kedua cara ini pun diakui dan sepakati oleh Kadis Capil. Ada poin kesepakatan yang ditandatangani Kadis Caipil, yaitu: (1) Persyaratan surat nikah bisa dikeluarkan oleh organisasi non-pemerintah (LSM) seperti KPRM, disertai saksi dan tanda tangan RT/RW; (2) Persyaratan surat kelahiran dapat keluarkan oleh dukun, disertai saksi dan diketahui RT/RW; (3) Bagi warga yang tidak memiliki kartu JPS/Raskin akan memperoleh surat keterangan dari KPRM.
Sebagai bentuk komitmen, Dinas Capil menerbitkan 50 lembar akte kelahiran bagi anggota KPRM, dan 5 buku besar (blangko) untuk diisi oleh warga dibawah pendampingan KPRM dan LSM.
Pembelajaran
Kemenangan kecil merupakan titik tolak pengorganisasian warga miskin kota dalam satu organisasi perjuangan. Pasca aksi, KPRM menindaklanjuti memo kesepakatan Kadis Capil dengan: Pertama, membentuk Tim Kerja di setiap kampung untuk melakukan pendataan, penulisan atau pengisian buku besar, dan pengurusan di kantor Capil. Kedua, menyediakan surat keterangan nikah, kelahiran dan tidak mampu bagi anggota kelompok tabungan. Ketiga, melibatkan RT/RW dalam penerbitan surat keterangan tersebut sebagai legitimasi formal. Keempat, sebagai konsekuensi anggota kelompok tabungan mengongkosi seluruh biaya perjalanan Tim Kerja seperti biaya foto copy, alat tulis, transportasi, konsumsi, dan sumbangan untuk RT/RW. Dalam pertemuan kelompok, anggota menyepakati biaya operasional sebesar Rp 5.000 per-lembar akte kelahiran dengan rincian; Rp 1.000/akte untuk Tim Kerja, 2.500 kas tabungan; Rp 1.000 kas KPRM; Rp 500 RT/RW.
Dalam tempo dua bulan, terjadi penambahan anggota kelompok tabungan KPRM dari 10 kelompok di 7 kelurahan menjadi 15 kelompok 10 kelurahan. Aktivitas organisasi terfokus pada urusan akte kelahiran dari sekretariat ke kantor Capil. Tim Kerja sibuk melakukan pertemuan, pendataan, dan penulisan. Demikian halnya petugas Capil pun kewalahan melayani sekitar 3.000 warga yang bermohon akte kelahiran gratis. Dengan alasan ini, petugas Capil membatasi pemberian buku isian, dan menyediakan ruang bagi Tim KPRM untuk mengisi sendiri buku besar akte kelahiran.
Kelancaran mengurus akte kelahiran gratis hanya berlangsung sekitar dua bulan. Pasca pertemuan Evaluasi PBB dan Retribusi di Ruang Pola Balaikota, yang dihadiri seluruh Camat, Lurah dan dinas-dinas terkait, petugas Capil tidak kooperatif lagi. Dengan alasan permohonan sudah menumpuk dan untuk menghindari diskriminasi di antara warga miskin, penulisan berkas anggota KPRM distop.
Setiap warga miskin tidak terkecuali anggota KPRM diharuskan mengikuti prosedur dari kelurahan. Kadis Capil pun menerbitkan surat edaran yang menjamin setiap warga akan dilayani dan tidak dipungut biaya administrasi di kantor kelurahan. Sejauh pantauan pendamping KPRM, pengurusan administrasi di kelurahan cukup lancar dan tanpa pungutan lagi. Total akte kelahiran yang diperoleh anggota KPRM selama dua bulan sebanyak 241 lembar dari 500 lembar akte kelahiran gratis. (Diolah dari Siaran Pers dan Catatan A. Safrullah, 25 Mei – 25 Juli 2004)