Dalam suasana pelaksanaan pemilu yang hingar-bingar oleh janji-janji
muluk para kontestan Pemilu Capres/Cawapres, rakyat miskin kota di Makassar
tengah menghadapi persoalan nyata, yakni biaya pendidikan, khususnya biaya
masuk sekolah yang semakin tinggi.
Adanya keputusan Dinas Pendidikan Makassar yang menyatakan siswa baru SD
(Sekolah Dasar) bebas biaya pendaftaran dan larangan pihak sekolah untuk
berjualan buku dan baju, ternyata tidak mempengaruhi tingginya biaya sekolah.
Akibatnya, banyak orang tua murid dari kalangan bawah mengeluh karena tidak
mampu membayar biaya yang diminta sekolah. Hal ini akan berakibat pada hak anak
untuk mendapatkan pendidikan tidak terwujud. Program wajib belajar yang selama
ini dicanangkan pemerintah hanya bohong belaka.
Menurut informasi dari orang tua murid dan organisasi yang peduli pada
pendidikan, biaya masuk SD di kota Makassar berkisar Rp 200.000 – Rp 400.000.
Biaya ini meliputi pembelian iuran komite sekolah, sumbangan pembangunan,
baju/seragam sekolah, logo, buku-buku, golongan darah, akte kelahiran, pas
foto, dan foto copy. Belum termasuk pungutan-pungutan yang tidak berdasar yang
dikenakan kepada siswa yang hendak naik kelas atau lulus sekolah.
Beberapa orang tua murid yang mempersoalkan biaya-biaya tersebut kepada
pihak sekolah tidak memperoleh penjelasan yang memuaskan, tidak meyakinkan.
Bahkan pihak sekolah cenderung menghindari pertanyaan orang tua murid, dan
tetap melanjutkan praktik dagangnya di sekolah. Sementara, pihak Diknas dalam
tanggapannya di pers menganggap tidak ada masalah.
Praktik dagang seperti di atas jelas merupakan pembodohan yang
terencana, yang seharusnya tidak dilakukan oleh sekolah (Kepsek, Komite
Sekolah, Guru) maupun Diknas sebagai lembaga pengelola pendidikan. Hal ini jika
terus dilanjutkan akan berakibat fatal bagi generasi muda, juga rakyat miskin.
Seharusnya, pihak sekolah memperjuangkan hak guru untuk mendapat peningkatan
kesejahteraan, bukannya memeras orang tua murid.
Sehubungan dengan hal di atas, kami, yang bergabung dalam Jaringan
Rakyat Miskin Kota bersama organisasi pemuda-mahasiswa dan aktivis LSM di
Makassar menyampaikan tuntutan:
(1) Pecat Kepala Sekolah yang melanggar keputusan Dinas Pendidikan Makassar;
(2) Tinjau kembali keberadaan Komite Sekolah yang mensahkan bisnis di
sekolah;
(3) Hentikan pungutan liar/sumbangan yang tidak berdasar;
(4) Bebaskan orang tua murid dari kewajiban beli buku dan baju di sekolah.
Penandatangan: Komite Pembebasan Rakyat Miskin (KPRM), Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulawesi Selatan, Gerakan Pemuda Kerakyatan (GPK), Uplink Simpul Makassar.
Catatan:
Kesepakatan RMK dengan Dinas Pendidikan Nasional
Pemerintah Kota Makassar:
1) Pemerintah kota berkomitmen meningkatkan dan menjaga
kualitas pendidikan;
2) Bagi yang belum tahu aturan, pungutan akan
dikembalikan, dan yang sudah tahu, pelakunya harus diusut;
3) Bagi mereka yang tidak mampu, wajib hukumnya
diringankan atau dibebaskan dari biaya-biaya pendidikan;
4) Pemerintah akan mengusahakan peningkatan kesejahteraan
guru;
5) Apabila ada pihak sekolah yang melanggar, akan diusut
sesuai aturan yang berlaku;
6) Penerbit dan guru dilarang menjual buku kepada murid
tetapi melalui koperasi sekolah dan tidak dipaksakan;
7) Tidak boleh ada beban biaya yang memberatkan orang tua murid sebelum dimusyawarahkan oleh pengurus komite bersama dengan anggota komite.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar