7 Jul 2004

Menuntut Biaya Pendidikan Murah dan Kesejahteraan Guru


Dalam suasana pelaksanaan pemilu yang hingar-bingar oleh janji-janji muluk para kontestan Pemilu Capres/Cawapres, rakyat miskin kota di Makassar tengah menghadapi persoalan nyata, yakni biaya pendidikan, khususnya biaya masuk sekolah yang semakin tinggi.

Adanya keputusan Dinas Pendidikan Makassar yang menyatakan siswa baru SD (Sekolah Dasar) bebas biaya pendaftaran dan larangan pihak sekolah untuk berjualan buku dan baju, ternyata tidak mempengaruhi tingginya biaya sekolah. Akibatnya, banyak orang tua murid dari kalangan bawah mengeluh karena tidak mampu membayar biaya yang diminta sekolah. Hal ini akan berakibat pada hak anak untuk mendapatkan pendidikan tidak terwujud. Program wajib belajar yang selama ini dicanangkan pemerintah hanya bohong belaka.

Menurut informasi dari orang tua murid dan organisasi yang peduli pada pendidikan, biaya masuk SD di kota Makassar berkisar Rp 200.000 – Rp 400.000. Biaya ini meliputi pembelian iuran komite sekolah, sumbangan pembangunan, baju/seragam sekolah, logo, buku-buku, golongan darah, akte kelahiran, pas foto, dan foto copy. Belum termasuk pungutan-pungutan yang tidak berdasar yang dikenakan kepada siswa yang hendak naik kelas atau lulus sekolah.

Beberapa orang tua murid yang mempersoalkan biaya-biaya tersebut kepada pihak sekolah tidak memperoleh penjelasan yang memuaskan, tidak meyakinkan. Bahkan pihak sekolah cenderung menghindari pertanyaan orang tua murid, dan tetap melanjutkan praktik dagangnya di sekolah. Sementara, pihak Diknas dalam tanggapannya di pers menganggap tidak ada masalah.

Praktik dagang seperti di atas jelas merupakan pembodohan yang terencana, yang seharusnya tidak dilakukan oleh sekolah (Kepsek, Komite Sekolah, Guru) maupun Diknas sebagai lembaga pengelola pendidikan. Hal ini jika terus dilanjutkan akan berakibat fatal bagi generasi muda, juga rakyat miskin. Seharusnya, pihak sekolah memperjuangkan hak guru untuk mendapat peningkatan kesejahteraan, bukannya memeras orang tua murid.

Sehubungan dengan hal di atas, kami, yang bergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota bersama organisasi pemuda-mahasiswa dan aktivis LSM di Makassar menyampaikan tuntutan:

(1)    Pecat Kepala Sekolah yang melanggar keputusan Dinas Pendidikan Makassar;

(2)    Tinjau kembali keberadaan Komite Sekolah yang mensahkan bisnis di sekolah;

(3)    Hentikan pungutan liar/sumbangan yang tidak berdasar;

(4)    Bebaskan orang tua murid dari kewajiban beli buku dan baju di sekolah.

 

Penandatangan: Komite Pembebasan Rakyat Miskin (KPRM), Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulawesi Selatan, Gerakan Pemuda Kerakyatan (GPK), Uplink Simpul Makassar.

Catatan:

Kesepakatan RMK dengan Dinas Pendidikan Nasional Pemerintah Kota Makassar:

1) Pemerintah kota berkomitmen meningkatkan dan menjaga kualitas pendidikan;

2) Bagi yang belum tahu aturan, pungutan akan dikembalikan, dan yang sudah tahu, pelakunya harus diusut;

3) Bagi mereka yang tidak mampu, wajib hukumnya diringankan atau dibebaskan dari biaya-biaya pendidikan;

4) Pemerintah akan mengusahakan peningkatan kesejahteraan guru;

5) Apabila ada pihak sekolah yang melanggar, akan diusut sesuai aturan yang berlaku;

6) Penerbit dan guru dilarang menjual buku kepada murid tetapi melalui koperasi sekolah dan tidak dipaksakan;

7) Tidak boleh ada beban biaya yang memberatkan orang tua murid sebelum dimusyawarahkan oleh pengurus komite bersama dengan anggota komite.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar