Sependek
pengetahuan penulis, untuk pertama kalinya Pakarena, tarian tradisional dari
etnis Makassar dipentaskan di Nanggroe Aceh Darussalam, provinsi paling barat Nusantara.
Benar kah? Bagaimana ceritanya?
Adalah Mak
Copong, seorang penari tradisonal dari desa Kampili
kecamatan Pallangga kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, mungkin adalah seniman Makassar pertama yang mementaskan tarian
Pakarena di hapadan ratusan survivor – warga yang selamat dari bencana – dan sejumlah
tamu dari mancanegara, serta perwakilan lembaga donor dalam even Peringatan
Satu Tahun Gempa dan Tsunami Aceh, 26 Desember 2005 di kampung Lam Awee
kecamatan Peukanbada kabupaten Aceh Besar NAD. Rombongan Mak Copong dihadirkan
secara khusus oleh UPC/Uplink Indonesia, sebuah NGO yang bekerja bersama para survivor yang tergabung dalam Jaringan
Udeep Beusaree (JUB). Rombongan Mak Copong terdiri dari 10 orang,yang semuanya
adalah kerabarat dekat, yaitu anak, cucu, dan sepupunya.
Sungguh suatu
pertunjukan yang luar biasa. Tarian Mak Copong dan kawan-kawan menciptakan
suasana batin yang tenang di tengah trauma warga kampung (gampong) yang selamat
dari bencana. Penonton sangat terkesan pada gerakan lembut pakarena (penari) di
satu sisi, dan pada saat yang sama diiringi tabuhan gendang keras bergemuruh,
disertai seruling (Pui-pui) yang melengking tidak terputus. Seorang pengunjung
menuliskan kesaksiannya seminggu kemudian. Berikut adalah terjemahan atas
catatan yang diposting oleh Prayitno.Net, dalam bahasa Inggris pada 6 Januari
2006.
Rasanya ini
adalah sebuah tour of duty. Saya mengunjugi seorang rekan kerja di Lam Awee
dalam kaitan dengan program yang sedang kami laksanakan bersama. Setelah melewati
jalanan yang rusak dan gelap, akhirnya saya tiba di Lam Awee, sebuah desa
di bagian utara Selat Malaka. Kami mendiskusikan permasalahan program dan akhirnya
menemukan petunjuk penyelesaiannya.
Saya tidak menyadari akan ada beberapa acara di tempat itu. Yang saya tahu pada hari itu adalah peringatan satu tahun tsunami.
Saya tidak menyadari akan ada beberapa acara di tempat itu. Yang saya tahu pada hari itu adalah peringatan satu tahun tsunami.
Sebuah panggung
berbentuk persegi telah berdiri membelakangi laut. Ketika itu MC, Pak Dirman
mengumumkan pemain yang akan tampil, yaitu Mak Copong, penari Pakarena dari
Makassar. Saya tidak tahu siapa dia dan apa itu pakarena, hingga saya pulang
dan mencari beberapa referensi tentangnya. Tetapi, saya tetap berdiri menghadap
panggung, mencoba untuk mengapresiasi pertunjukan kesenian etnis itu.
Ada lima penari,
Mak Copong adalah salah satu dari mereka. Saya tidak tahu mereka sampai akhir
acara. Empat musisi, 1 pemain suling (seruling) dan 3 perkusi. Teman saya,
seorang pria Aceh mengomentari baju bodo yang
dikenakan para penari.
Mereka memulai
pertunjukannya, tetapi saya tidak terlalu banyak perhatian pada awalnya. Sekali
lagi, teman saya berkomentar bahwa musik dan tari sangat kontras. Mereka menari
sangat lambat, sebaliknya musik sangat cepat, yang membuat pendengaran saya
teruju padanya. Saya kurang
perhatian pada tariannya. Saya hanya fokus mendengarkan musik.
"Ini adalah hardcore".
Saya berkata kepada rekan saya, dan dia tampaknya setuju. Saya tidak tahu
bagaimana menggambarkannya, tetapi saya sungguh menikmatinya. Alto suling (pui-pui,
admin), dua gendang dan bonang. Saya bisa merasakan jiwa musikalnya.
Musik perkusi
dengan kecepatan tinggi melahirkan energi, sementara suling yang menciptakan
melodi membuat semuanya menjadi hidup. Mereka bermain sangat dinamis
dengan kecepatan tinggi. Beberapa kali saya merasa bahwa ada Metallica, sedikit Dave Mathews Band
dan Safri Duo. Tetapi saya yakin bahwa mereka tidak mendapat pengaruh dari
band-band itu. Ini adalah musik asli Indonesia.
Saya teringat
pada sesuatu yang dikatakan oleh Gatot Widayanto (peresensi progarchives.com),
yakni "musicus orgasmus", dan; saya merasa semakin tidak tahu musik
negara saya sendiri. Mereka bermain sekitar setengah jam. Saya sungguh
beruntung menyaksikan penampilan mereka. Sayangnya, saya tidak membawa kamera
yang bagus. Saya hanya mengambil gambar dengan ponsel.
Sumber:
Pakarena in Aceh.
Posted by acuss on January 6,
2006
1 komentar:
menarik tawwa blog ini
Posting Komentar