Penulis memuat tulisan ini sebagai kenangan bagi almarhumah Zohra Andi Baso, mantan ketua YLK Sulsel, yang wafat pada tanggal 15 Maret 2015 di Makassar, dan dimakamkan pada tanggal 16 Maret 2015 di kampung halamannya, Pundata Baji kecamatan Labbakkang kabupaten Pangkep. Tulisan ini adalah materi presentasi almarhumah yang akrab disapa kak Zohra, dalam rangkaian seri lokakarya LSM se-Sulawesi dan Kalimantan di kota Manado.
Gerakan perlindungan konsumen di Indonesia ditandai dengan pendirian YLKI di Jakarta pada dekade tahun 70-an. Hingga kini ada sekitar 31 organisasi konsumen yang tersebar pada 21 propinsi. Dari jumlah itu, tidak sedikit organisasi konsumen yang tetap konsisten memperjuangkan hak-hak konsumen. Banyak juga organisasi konsumen jatuh bangun mempertahankan eksistensinya di tengah-tengah kekuatan sistem kapitalisme global.
Gerakan
perlindungan konsumen di derah menjadi sangat penting seiring dengan
kecenderungan perekonomian global. Dalam situasi seperti ini, masyarakat
konsumen di Indonesia tidak saja ditentukan oleh kekuatan pasar internasional,
tetapi juga menerima beban akibat krisis ekonomi yang melanda negara-negara di
Asia. Dampak krisis ini sangat dirasakan konsumen di Indonesia. Dengan kenaikan
harga yang mencapai 300-400 persen, dapat dibayangkan berapa jumlah konsumen
yang miskin dewasa ini. Ini
artinya, hak konsumen yang paling
mendasar, yakni hak memperoleh kebutuhan pokok adalah masalah besar bangsa
Indonesia di penghujung abad 20 ini.
Kerentanan
konsumen baik dari sisi pendidikan dan ekonomi itu juga mendorong terbentuknya
organisasi atau pun kelompok-kelompok konsumen sebagai wadah untuk melakukan
kontrol terhadap praktek perdagangan,
termasuk implementasi kebijakan organisasi pemerintah dalam perlindungan
konsumen. Masalahnya kemudian, seberapa kuat organisasi dan kelompok konsumen itu mampu melakukan pembelaan terhadap dirinya? Apakah organisasi
konsumen cukup bekerja sendiri?
Dari
aspek kuantitas organisasi konsumen di Indonesia belum mampu mendukung
terbentuknya gerakan konsumen. Oleh karena itu dari aspek kualitas, organisasi
konsumen harus proaktif melakukan pengorganisasian di tingkat masyarakat akar
rumput (grass-root). Dengan harapan, organisasi konsumen mendapat dukungan
langsung dari masyarakat konsumen.
Gerakan
perlindungan konsumen juga memerlukan back-up
peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan konsumen. Dalam pengertian ini, gerakan perlindungan konsumen perlu
diarahkan pada tiga aras. Aras pertama adalah pengorganisasian masyarakat
konsumen. Aras kedua adalah melakukan advokasi dan kampanye publik untuk mempengaruhi
kebijakan pemerintah dan dunia usaha. Aras ketiga adalah memperluas jaringan
lokal, nasional, dan internasional.
Profil YLK Sulsel
YLK
Sulsel adalah satu dari sekian banyak organisasi konsumen di Indonesia. YLK
Sulsel pertama kali didirikan pada tahun 1979. Sebagaimana karakteristik ornop
kecil waktu itu, YLK Sulsel sempat mengalami masa vakum sekian tahun. YLK
Sulsel kembali aktif pada tahun 1988 yang diresmikan ketua YLKI waktu itu Erna
Witoelar, dengan status perwakilan YLKI Jakarta. Mengacu pada platform organisasi konsumen di dunia,
YLK Sulsel melakukan advokasi konsumen dengan bertumpu pada Lima Soko Guru
Gerakan Konsumen:
- Mempedulikan masyarakat; Gerakan konsumen adalah sekelompok orang yang sangat mempedulikan orang lain maupun diri sendiri, menyangkut nilai uang terhadap barang, terutama nilai manusia.
- Melindungi Bumi; Konsumen harus menjadi seorang penjaga, pelindung dan pelestari sumber daya alam dari eksploitasi berlebihan oleh sejumlah kecil orang sementara akibatnya ditanggung oleh banyak orang.
- Mengaksentuasikan HAM; Hak Asasi Manusia merupakan perhatian pokok gerakan konsumen, khususnya hak-hak masyarakat akan pemenuhan segala kebutuhan pokok.
- Memperjuangkan keadilan; Di dalam sistem politik dan ekonomi yang seringkali mengabaikan pihak yang nirdaya, gerakan konsumen dapat membantu masyarakat menciptakan situasi yang lebih adil, terbuka dan rasional.
- Menggalang kekuatan; Geralan konsumen menggalang kekuatan bersama rakyat untuk melindungi kepentingan-kepentingannya dan melawan segala kekuatan yang mengancam konsumen.
Dalam menjalankan misinya, YLK Sulsel memiliki beberapa
spesifikasi isyu program yang mencakup:
- Keamanan Pangan,
- HAM
- Lingkungan Hidup,
- Gender dan Kesehatan Reproduksi
- Pestisida dan Pertanian Alternatif,
- Energi Alternatif, dan
- Pencegahan HIV/AIDS.
Dalam mengemban misi tersebut, YLK Sulsel menjalankan
usaha-usaha (main acitivity) sebagai
berikut:
- Pendidikan, penyuluhan, penerangan kepada konsumen.
- Penelitian, survey, dan pengumpulan data mengenai konsumen.
- Pemberdayaan kelompok konsumen.
- Bantuan hukum kepada konsumen (jika diperlukan)
- Kerja sama dengan badan-badan nasional maupun internasional yang bergerak di bidang perlindungan konsumen.
- Kerja sama dengan pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga riset.
- Kerja sama dengan organisasi massa, profesi, wanita, pemuda, mahasiswa, dan media massa.
Pengalaman YLK Sulsel
1 Keamanan Pangan sebagai Isyu Gerakan Konsumen
1 Keamanan Pangan sebagai Isyu Gerakan Konsumen
Masalah pangan yang dihadapi masyarakat Indonesia dewasa
ini adalah masalah gizi dan keamanan makanan. Masalah ini berkaitan dengan
tingkat pendapatan masyarakat yang rendah (kemiskinan), sehingga masih sulit
memenuhi kebutuhan gizi yang berimbang. Kekurangan gizi yang masih dominan
antara lain kekurangan iodium, anemia gizi, kekurangan vitamin A dan kekurangan
energi protein. Sedangkan masalah kelebihan gizi yang prevalensinya cenderung
meningkat adalah penyakit jantung, penyempitan pembuluh darah, tekanan darah
tinggi, kanker dan perubahan pola makan masyarakat seiring dengan banyaknya
berbagai jenis makanan olahan dan produk import.
Permasalahan keamanan makanan cukup peka, dan
sewaktu-waktu dapat muncul mengejutkan. Masih segar dalam ingatan kita tentang
kasus biskuit dan mie beracun. Pada kasus biskuit beracun beberapa tahun yang
lalu, penyebabnya jelas ketahuan akibat tercampurnya nitrit dalam adonan. Sedangkan untuk kasus mie instant, sejauh ini
belum ada kepastian mengapa hal itu bisa terjadi. Hingga saat ini belum ada
keterangan berdasarkan visum dokter, yang justru diperlukan untuk memberikan
kepastian. Terlepas dari penyebabnya, kedua kasus tersebut memilki kesamaan, yaitu korban berciri massal.
Setidaknya, tersebar di berbagai tempat yang berbeda.
Sesungguhnya, kesadaran mengenai pentingnya keamanan
pangan dan keselamatan konsumen sudah waktunya dijadikan gerakan bersama.
Setidaknya, masalah keamanan pangan pernah dibicarakan dalam acara
dengar-pendapat (hearing) Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat yang dihadiri perwakilan dari YLK Sulsel dan instansi terkait lainnya pada tahun 1995.
Dari kenyataan ini, kita menyadari bahwa akses informasi
yang benar dan jujur sangat berguna bagi konsumen, terutama berkaitan dengan produk makanan dan minuman
yang dikemas secara massal. Akses informasi ini berkaitan dengan informasi
tentang latar belakang suatu produk yang beredar dan dikonsumsi masyarakat
luas. Informasi produk antara lain: batas kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan tempat
produksi, komposisi bahan, zat tambahan, netto, petunjuk pemakaian dan
penyimpanan, kondisi kemasan.
2 Labelisasi Produk Pangan Masih Memprihatinkan
2 Labelisasi Produk Pangan Masih Memprihatinkan
Suatu berita yang cukup mengejutkan tentang keadaan dan
kondisi makanan olahan di Indonesia yang
dimuat di koran-koran nasional (Kompas
dan Republika, 16 Februari 1995)),
tentang hasil temuan POM (Pengawasan Obat dan Makanan) selama tahun 1994.
Dirjen POM, Wisnu Katim dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR
(15/02), mengungkapkan bahwa telah ditemukan 27.207 kaleng makanan yang tidak
mencantumkan tanggal kadaluarsa, 40.125 kaleng makanan yang tidak terdaftar, 22.498
kaleng tidak memenuhi syarat pelabelan, dan 267 kaleng makanan yang rusak.
Lebih lanjut, Dirjen POM mengatakan bahwa angka-angka tersebut hanya sebagian
kecil saja karena pengamatan hanya diambil dari sample pada 15 Supermarket dan
8 distributor di Jakarta.
Pengalaman survei YLK Sulsel di pasar umum, swalayan dan
supermarket di Kotamadya Ujungpandang setiap Ramadhan dan Akhir Tahun
menunjukkan masih beredarnya barang-barang kadaluarsa maupun produk yang tidak
mencantumkan batas kadaluarsa. Hasil survei tahun 1991 hingga 1996
memperlihatkan peningkatan jumlah pelanggaran dengan jenis pelanggaran yang
bervariasi. Hasil survei juga menghasilkan sejumlah produk tidak mencantumkan
nomor registrasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Produk yang tidak
mencantumkan nomor registrasi tersebut adalah produk dalam negeri dan impor. Selain itu, rata-rata barang pangan
impor masih menggunakan bahasa asing. Keadaan seperti ini dapat mengelabui
konsumen yang tidak memahami informasi tersebut.
Juga ditemukan kondisi kemasan produk pangan yang kurang
memenuhi syarat higienis seperti kemasan yang penyok, berkarat, dan penutup
produk yang bocor. Bahkan di pinggiran kota Ujungpandang maupun kota/desa di
kabupaten seringkali ditemukan biskuit, mie instan dan makanan jajanan
anak-anak (chiki-chiki) dalam kemasan plastik yang sudah dikerumuni semut.
3 Produk Lokal dan Impor
3 Produk Lokal dan Impor
Sistem pasar
internasional semakin terbuka. Globalisasi dan perdagangan dunia membawa
konsekuensi arus barang dari luar semakin deras. Pilihan konsumsi semakin
banyak. Harga pun semakin bersaing.
Namun, kondisi seperti ini tidak selalu menguntungkan konsumen. Dalam banyak
kasus, kondisi ini potensial menimbulkan masalah, antara lain soal produk
import.
Masalah produk makanan dan minuman import yang timbul
antara lain produk yang tercemar dan tidak layak konsumsi, walau pun batas
kadaluarsanya belum lewat. Contoh yang populer adalah hasil penelitian PAN dan
YLKI Jakarta terhadap beberapa buah impor dan lokal menunjukkan adanya
kandungan/residu pestisida, yang bisa menyebabkan kanker. Hasil pengujian YLKI
Jakarta terhadap bahan tambahan makanan seperti MSG, zat pewarna dan bahan
pengawet (boraks, formalin) pada makanan jajanan menunjukkan adanya ancaman
bagi kesehatan konsumen.
Instansi pemerintah bersama YLK Sulsel pernah melakukan
survey ke sebuah toko swalayan. Ditemukan parcel berisi produk kadaluarsa. Ketika salah seorang
“surveyor” mengkonformasi hal tersebut, ia memperoleh jawaban bahwa pihak swalayan
selama ini kurang memperoleh pembinaan dari Balai POM. Jawaban itu mengejutkan
karena pemerintah selama ini sudah banyak melakukan pembinaan kepada para
pengusaha. Tentu saja jawaban tersebut bisa diartikan suatu upaya berkelit dari
kesalahan.
Parcel berisi produk pangan basah maupun kaleng.
Biasanya, parcel merupakan hasil industri rumah-tangga. Belakangan ini mulai
didominasi toko swalayan atau supermarket. Produk pangan yang dimasukkan ke
dalam keranjang adalah produk lokal. Belakangan ini mulai dimasukkan barang
impor. Dalam banyak kasus, produk impor tidak mencantumkan nomor registrasi
Depkes RI.
Menyadari hal tersebut, konsumen perlu mengamati aspek
higienis, batas kadaluarsa, dan kondisi kemasan produk. Perlu juga diketahui
bahwa produk makanan/minuman dalam negeri berkode MD, produk impor berkode ML.
Juga diharapkan pihak Departemen Perdagangan untuk terus memantau secara
sungguh-sungguh peredaran produk.
Menerima Pengaduan Konsumen
Menerima Pengaduan Konsumen
Pengaduan konsumen periode 1994-1997, mulai meningkat,
meskipun secara kuantitatif belum seberapa. Rendahnya jumlah pengaduan
konsumen, dari hasil evaluasi Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan
dikarenakan beberapa hal. Pertama,
konsumen di Sulawesi Selatan masih belum menggunakan kekuatannya secara
terlembaga. Padahal pelayanan pengaduan konsumen sudah diaktifkan sejak tahun
1987. Kedua, dalam dua bulan terakhir
ini, masih banyak laporan yang kurang didukung bukti-bukti transaksi barang
atau pun jasa yang lengkap. Alasan yang paling banyak dikemukakan adalah
bukti-bukti tersebut tidak diperhatikan atau hilang. Ketiga, melihat tingkat keluhan konsumen bahwa banyak hal yang
dapat merugikan konsumen. Kerugian ini terutama kurang responnya produsen atas
hak-hak konsumen.
Konsumen sebagai pemakai akhir relatif belum mendapatkan
produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Keadaan ini menjadi fenomena di
negara-negara berkembang, disebabkan faktor- faktor yang menyertai konsumen
seperti tingkat pendidikan, kemampuan ekonomi, dan daya saing konsumen sendiri
yang rendah. Dengan keadaan seperti ini, pihak produsenlah yang akan menikmati
keuntungan besar.
Gejala yang menarik, yaitu kecenderungan konsumen
menyampaikan pengaduannya ke media massa. Terlepas dari peran YLK Sulsel,
kecenderungan ini menandakan konsumen semakin menyadari hak-haknya untuk
melakukan complain. Jenis pengaduan
yang dimuat media cetak (Fajar dan Pedoman Rakyat) antara lain, kualitas
dan layanan purna jual produk-produk elektronik, masalah peredaran pelumas
palsu, kualitas bahan bakar bensin SPBU di Polmas, dan pencemaran asap pabrik
semen Tonasa yang merusak tambak udang di Labakkang. Selain itu, YLK Sulsel
mencover pengaduan dalam kesempatan acara talk-show di media elektronik seperti
radio swasta Telstar dan Bharata FM.
Pengaduan konsumen juga berlangsung dalam kegiatan
penyuluhan dan ceramah konsumen bersama ibu-ibu Dharma Wanita/PKK. YLK mencatat
dan menindaklanjuti keluhan konsumen. Penggunaan zat pewarna, MSG, bahan
pengawet, iklan merupakan masalah yang akrab dengan kepentingan konsumen
wanita. Masalah seperti ini lazim berkembang dalam diskusi dengan ibu-ibu
Dharma Wanita/PKK. Misalnya, satu masalah yang spesifik dipersoalkan ibu-ibu
adalah tayangan iklan di televisi swasta yang memanfaatkan kaum wanita sebagai
objek promosi. Bahkan ada iklan yang melecehkan kaum wanita.
Jenis pengaduan langsung yang masuk adalah keluhan atas
jasa pelayanan listrik, telefon, perumahan, makanan dan minuman, jasa
transportasi.
(1) Pengaduan konsumen listrik yang terbanyak sepanjang
tahun 1994-1997. Sifat pengaduan yang klasik, pemadaman lampu, rekening
melonjak atau melampaui pemakaian, kesalahan pencatatan, dan keterlambatan
pemasangan listrik secara kolektif yang dialami konsumen perumahan. Kasus yang
spesifik dialami seorang konsumen karena terlambat membayar denda. Lantaran
blangko pembayaran denda habis, konsumen tidak jadi membayar, tetapi seminggu
kemudian konsumen didenda 2 kali lipat.
(2) Pengaduan konsumen jasa komunikasi telefon yang umum
dikeluhkan adalah kenaikan pulsa yang tidak sesuai dengan pemakaian.
(3) Pengaduan konsumen perumahan termasuk masalah yang
cenderung meningkat. Masalah yang sangat serius adalah kasus perumahan fiktif
dengan indikasi penipuan. Konsumen sudah membayar uang tanda jadi. Ketika
konsumen mengecek lokasi, ternyata tanah yang dijanjikan belum melalui
pembebasan. Lebih celaka lagi, developer sudah tidak berada di alamat yang
tertulis. Masalah yang umum, misalnya fasilitas yang dijanjikan tidak dipenuhi
pihak pengembang. Masalahnya; (1) pihak REI kurang tanggap, hanya bertanggung
jawab pada pengembang yang menjadi anggotanya; (2) pemerintah tidak tegas
menindak pengembang yang merugikan bahkan menipu konsumen; (3) konsumen tidak
kritis, menyetujui saja syarat-syarat yang diajukan pengembang meskipun
merugikan.
(4) Pada kasus pengaduan jasa transportasi (TAXI), konsumen
mempersoalkan sisa pembayaran yang tidak dikembalikan sopir dengan alasan tidak
ada uang kecil. Pihak pengelola Taxi akan menindak/melakukan pembinaan apabila
identitas sopir disebutkan. Padahal maksud sebenarnya adalah perbaikan kualitas
pelayanan.
(5) Pada kasus konsumen bahan bakar bensin di SPBU, pihak
Pertamina unit PPDN mengelak, dan menganggap badan Meteorologi yang lebih
bertanggung jawab terhadap fasilitas pengukur SPBU dan kendaraan milik
konsumen. Pihak Meteorologi juga tidak tanggap, tidak membalas surat YLK.
Bahkan pada kasus pengaduan mutu bensin salah satu SPBU di kabupaten Polmas
yang kami peroleh dari harian lokal, menurut hasil Sidak pihak Pertamina
(UPPDN) menunjukkan mutu bensinnya memenuhi standar baik, justru pihak
Pertamina meragukan berita yang dimuat surata kabar.
(6) Pengaduan produk yang
tidak mencantumkan nomor registrasi dan izin Departemen Kesehatan.
Disusul dengan keluhan atas pelayanan purna jual, pengembalian dengan gula-gula
oleh supermarket, pelayanan faksimile, isi kemasan yang rusak, dan pelayanan
pengangkutan sampah. Kasus yang spesifik adalah gejala keracunan Mie Instan
yang dialami anak-anak. Anak-anak yang mengkonsumsi produk mie instan mengalami
gejala keracunan, muntah dan berak-berak. Pemeriksaan dokter menunjukkan anak
tersebut keracunan makanan. Padahal Mie Instan yang dikonsumsi belum
kadaluarsa.
(7) Sejak memasuki krisis ekonomi, jenis pengaduan tersebut
masih dominan, ditambah dengan pengaduan konsumen perbankan seperti ATM, kredit
kendaraan bermotor, dan produk elektronik seperti tinta printer. Pengaduan
pelanggan listrik dan telefon semakin tinggi frekuensinya terutama pada bulan
Februari-April 1999, masing-masing 15 dan 10 kasus. Pengaduan kredit kendaraan
bermotor 3 kasus, dan perbankan 2 kasus.
Kendala Perlindungan Konsumen
Kendala Perlindungan Konsumen
Pertama, internalisasi hak dan tanggung
jawab konsumen masih cukup rendah. Pada dasarnya seluruh anggota masyarakat
adalah konsumen barang dan jasa. Mereka merupakan komunitas yang turut
menentukan gerak roda perekonomian nasional. Konsumen adalah partisipan
perekonomian yang terbesar tetapi paling lemah, selalu dirugikan. Padahal
konsumenlah yang pertama kali terkena dampak akibat kualitas barang dan jasa
yang berbahaya atau tidak memenuhi persyaratan higienis dan legalitas. Makanan
yang rusak misalnya, berakibat fatal bagi kesehatan konsumen.
Kedua, pemerintah belum secara
maksimal melakukan pengawasan sampai level terbawah (pedesaan) mulai dari
pengadaan bahan, proses produksi sampai pada makanan tersebut beredar dan
dikonsumsi oleh masyarakat. Contoh kasus keracunan makanan membutuhkan bukti
hasil pengujian, dan Balai POM sebagai instansi yang juga terkait langsung
dengan masalah itu tidak terbuka mengumumkan hasil penyelidikannya.
UUPK yang akan diberlakukan tahun 2000 masih terdapat
beberapa kelemahan yang dapat menghambat penegakan hak-hak konsumen, terutama
perlindungan terhadap pangan “tradisional” dan konsumen kesehatan reproduksi.
Ketiga, dari sisi produsen, kesadaran
yang rendah, ditambah perangkat perundang-undangan yang lemah memberi peluang
melakukan eksploitasi daya beli dan selera konsumen. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dibidang industri
pengolahan makanan/minuman, serta timbulnya pergeseran pola konsumsi
masyarakat, yang berarti potensial menimbulkan gangguan pada kesehatan
masyarakat. Tanggung jawab pihak produsen dan distributor sangat besar dalam
menjaga mutu, kualitas, dan keamanan produknya.
Keempat, masalah konsumen tidak
berbatas pada standar kelayakan konsumsi dan keamanan pangan. Masalah yang
lebih mendalam untuk dijadikan bahan pertimbangan konsumen adalah; apakah dalam
proses produksi suatu barang tidak mencemari lingkungan, tidak mengeksploitasi
buruh perempuan dan anak-anak, dan tidak melanggar etik perdagangan. YLK Sulsel
menjadikan pertimbangan ini sebagau agenda perlindungan konsumen di masa
datang.
Isyu-isyu Alternatif
1 Gender dan Lingkungan Hidup
Isyu-isyu Alternatif
1 Gender dan Lingkungan Hidup
YLK
Sulsel sejak tahun 1993 sudah mulai melakukan advokasi penggunaan pestisida dan
bahan kimia pertanian bekerja sama dengan Pesticide Action Network (PAN)
Indonesia. Pertama kali investigasi penggunaan pestisida dilakukan terhadap PT
Toarco Jaya di Tana Toraja, sebuah perusahaan (semi PMDN) perkebunan kopi
arabika berorientasi ekspor, yang cukup besar di Sulawesi Selatan. Kemudian
pada tahun 1994 s.d 1996 investigasi penggunaan pestisida dikembangkan ke
perkebunan kelapa sawit, kelapa hibrida dan kakao di kabupaten Luwu.
Program
advokasi selanjutnya dikembangkan dengan mengorganisasikan petani di empat
kabupaten. Isyunya adalah pengembangan pertanian non-kimia. Advokasi ditujukan
untuk mengubah perilaku masyarakat konsumen dan petani untuk kembali bercocok
tanam yang selaras alam. Meskipun disadari bahwa tidak cukup dengan mengubah
perilaku masyarakat agar hidup sehat dan bersikap kritis terhadap pencemaran
lingkungan. Advokasi juga harus bisa mempengaruhi pengambil kebijakan
perdagangan dan mendesak political will
pemerintah untuk melindungi konsumen.
Banyak
konsumen yang tidak menyadari bahwa pemakaian produk dari bahan kimia
membahayakan kesehatan dan lingkungannya. Produk-produk yang mengandung bahan
kimia aktif seperti pestisida, obat nyamuk, dan deterjen merupakan produk
konsumsi yang banyak digunakan di daerah pedesaan. Pestisida telah menggantikan
fungsi makhluk predator. Obat nyamuk menggantikan fungsi kelambu, dan deterjen
yang mengandung zat kimia non-organik dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
Produk-produk
berbahan kimia aktif sudah diperjualbelikan secara bebas di pasar-pasar
tradisional di pedesaan. Pengamatan YLK Sulsel sejak tahun 1994 terhadap
perilaku pedagang sayuran (pangan) penjual pestisida, dan petani perempuan (ibu
rumah tangga) di pasar tradisional mencatat bahwa pedagang pestisida berada di
sekita atau berdekatan dengan pedagang sayuran dan produk pangan tradisional lainnya
seperti minyak goreng, beras, jangung dan gula. Pedagang pestisida menjual
produknya seperti Gramoxone, Round up dengan menggunakan mobil bak
terbuka di sekitar penjual bahan pangan dengan cara kiloan, literan atau
eceran. Sementara ibu-ibu tani yang merupakan mayoritas konsumen perempuan di
pasar membeli pestisida dalam kemasan seperti layaknya membeli produk pangan.
Pestisida yang dibeli biasanya disimpan di tas belanjaan bercampur dengan
barang belanjaan lainnya.
Demikian
halnya penggunaan obat nyamuk bakar dan semprot. Produk-produk seperti ini
mulai dikonsumsi di dalam rumah tangga. Obat nyamuk mulai menggantikan fungsi
kelambu sebagai pencegah gangguan nyamuk. Obat nyamuk dipandang lebih praktis
daripada kelambu. Namun masyarakat pedesaan tidak menyadari bahwa efek yang
ditimbulkan sangat besar. Selain menyebabkan polusi udara di dalam rumah, asap
yang dikeluarkan obat nyamuk dapat mangganggu pernafasan. Bahkan implikasi dari
penggunaan obat nyamuk di pedesaan memberikan alternatif bunuh diri yang lebih
praktis, yakni minum racun, apakah itu
racun nyamuk atau racun hama.
Sementara
limbah detergen dengan mudah kita temukan di pinggiran sungai, dimana ibu-ibu
mencuci pakaian, di samping limbah cucian dari rumah. Limbah deterjen tidak
bisa dijamin ramah terhadap lingkungan dan kesehatan. Senyawa non-organik
buatan industri ini sulit diurai oleh mikroorganisme yang ada di permukaan
tanah. Ini artinya, limbah detergen bisa mengurangi tingkat kesuburan tanah.
Produk-produk
kimia seperti ini selain menjadi penyebab kerusakan lingkungan, juga menjadi
pemicu munculnya berbagai penyakit seperti iritasi kulit, gangguan pernafasan,
dan gangguan iritasi mata. Dari pengataman YLK Sulsel, jenis penyakit ini
paling populer di Puskesmas. Namun, sulit diperoleh jawaban dari mulut
paramedis atau dokter Puskesmas yang dapat mendukung dugaan bahwa hal tersebut
disebabkan paparan produk-produk kimia pertanian dan rumah tangga. Seringkali
dokter menyatakan bahwa dugaan itu harus dibuktikan dengan pengujian laboratorium.
Dampak
langsung, dan yang paling banyak terkena
adalah perempuan, ibu-ibu tani, dan anak-anak. Dikarenakan aktivitas perempuan
di pedesaan sangat dekat dengan lingkungannya, terutama lingkungan domestik,
dan budaya pangan, yaitu mulai dari mengakses, mengelola sampai
mendistribusikan makanan, baik di dalam rumah maupun di luar rumah seperti
menanam dan memanen di kebun/sawah,
serta menggunakan air untuk kebutuhan domestik.
Dampak
produk-produk kimia seperti itu ada yang berjangka pendek, ada juga yang
berjangka panjang. Dampak yang paling berbahaya adalah jika bahan-bahan kimia
itu merusak sistem reproduksi perempuan.
2 Gender dan Hak-hak Kesehatan Reproduksi
2 Gender dan Hak-hak Kesehatan Reproduksi
YLK
Sulsel mengembangkan satu perspektif gerakan, yang mempertalikan posisi dan
kepentingan perempuan konsumen dengan pembelaan hak-hak konsumen secara
menyeluruh, termasuk dalam pengertian ini perlindungan terhadap hak-hak
reproduksi. Dasar pikirannya bahwa posisi dan kepentingan perempuan konsumen
tidak lagi secara sederhana dipandangan dalam hubungan transaksional
produsen-konsumen. Lebih dari itu melihat kenyataan bahwa perempuan juga
menjadi sasaran (target) pelaksanaan kebijakan pelayanan publik seperti
keluarga berencana.
Pada
tahun 1995, YLK Sulsel mulai melakukan riset advokasi pelayanan kesehatan
reproduksi dengan dukungan The Ford Foundation. Riset ini berlangsung selama 8
bulan di empat kabupaten. Riset selama ini mencoba mengaksentuasikan HAM dalam
pelayanan kesehatan reproduksi. Aksentuasi HAM dalam perlindungan konsumen ini,
kemudian diperkuat dengan pendidikan HAM terhadap kelompok-kelompok perempuan
pada tahun 1997 – 1998 bekerja sama dengan LP3ES.
Hak-hak kesehatan reproduksi sesungguhnya telah
tercantum di beberapa alinea Deklarasi Universal Hak-hak Azasi Manusia 1948
oleh Perserikatan Bangsa-bangsa. Lembaga ini, sejak tahun 1966 telah
mensponsori beberapa resolusi "ide kebebasan memilih" di dalam
praktik Keluarga Berencana, sebagai penghormatan hak-hak azasi manusia bagi
semua individu. Dua tahun kemudian, pada tahun 1968, dengan partisipasi 157
negara, lembaga ini kembali melaksanakan konferensi HAM secara internasional di
Teheran. Konferensi ini memperluas pengertian ":hak-hak azazi manusia
untuk secara bebas dan secara bertanggung jawab menentukan jarak dan jumlah
anak bagi orang tua". Sepuluh tahun kemudian, Deklarasi Lima Alta (1978)
memasukkan masalah kesehatan ibu dan anak sebagai bagian dari perawatan
kesehatan primer, hak mengakses ke fasilitas kesehatan yang memadai, hak atas
informasi, hak atas konseling dan pelayanan pada penyelenggaraan KB.
Perkembangan gagasan terus berlanjut, teriutama yang
menyangkut kepentingan perempuan. Pertemuan Cairo pada tahun 1994, misalnya,
dengan peserta dari 184 negara, merumuskan program aksi yang diorientasikan 20
tahun ke depan. The Cairo Consensus mencakup 8 tema; (1) pengakuan terhadap
dampak buruk dari pola konsumsi terhadap sumber daya dunia dan terhadap
pertumbuhan penduduk; (2) pengintegrasian kebijakan penduduk untuk
menghilangkan kemiskinan serta peningkatan keadilan; (3) penerapan HAM secara
eksplisit ke dalam kebijakan pendudukan dan penolakan kekerasan baik secara
insentif maupun secara disinsentif; (4) perumusan bentuk-bentuk aksi untuk
menjamin pemberdayaan perempuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan
budaya; (5) pengakuan bahwa hubungan seksualitas dan hubungan gender terhadap
kesehatan perempuan bersifat utama; (6) menjamin bahwa para lelaki harus
bertanggung jawab atas perilaku seksualnya, kesuburannya, penyebaran penyakit,
dan juga atas kesejahteraan pasangan hidup dan anak-anaknya; (7) mengusahakan
dan merumuskan perawatan kesehatan seksual, perawatan kesehatan reproduksi,
serta menyediakan informasi dan pelayanan komprehensif bagi semua pihak; dan
(8) mengakui aborsi tidak aman sebagai isu kesehatan publik dan mendorong
pemerintah untuk mengurangi insiden aborsi tidak aman, menjamin adanya
pelayanan aman jika aborsi tidak melanggar hukum, menyediakan konseling
berempati dan perawatan manusiawi terhadap semua perempuan yang menanggung
konsekuensi aborsi tidak aman.
Setahun kemudian, Deklarasi Beijing (1955) memetakan 12
wilayah keprihatinan dunia atas nasib perempuan. Keprihatinan dunia itu
mencakup tema-tema, antara lain; meningkatnya beban kemiskinan bagi perempuan,
pelayanan kesehatan yang tidak memadai, kekerasan terhadap perempuan, ekses
konflik bersenjata dan konflik lainnya terhadap perempuan, ketidaksetaraan di
dalam struktur ekonomi dan di semua aktivitas produktif, pengambilan keputusan,
promosi yang tidak memadai, stereotipi dan ketidaksetaraan di dalam semua
sistem informasi, ketimpangan gender, dan diskriminasi terhadap anak-anak
perempuan.
Di tingkat nasional, di Indonesia, dengan memperhatikan
pemediaan pewabahan, telah dirumuskan Pernyataan Pacet (1996) sebagai bagian
dari penghormatan terhadap hak-hak pengidap HIV/AIDS. Pernyataan Pacet ini
mencakup 4 (empat) tema, masing-masing; hak atas informasi, hak atas pelayanan,
hak atas perlindungan, dan pemberdayaan.
Lebih jauh, nasib perempuan sebagai bagian terbesar dari
sasaran program intervensi KB (klien), terutama di Indonesia sama sekali tidak
dapat dilepaskan dari posisinya sebagai konsumen. Dalam kaitan ini, pada bulan
Maret 1997, dengan satu pertemuan di Yogyakarta, dirumuskan juga Hak-hak
Konsumen Keluarga Berencana yang mencakup; Hak Informasi, Hak Akses, Hak
Pilihan, Hak Keamanan, Hak Privasi, Hak Kerahasiaan, Hak Harkat, Hak
Kenyamanan, Hak Berpendapat, Hak Keberlangsungan, dan Hak Ganti Rugi.
Rumusan internasional hak-hak konsumen telah melampaui
perjalanan waktu dan telah dipublikasikan oleh Consumer International yang berkedudukan di London, United Kingdom.
Hak-hak itu antara lain;
(1) hak atas kebutuhan pokok,
(2) hak atas keamanan,
(3) hak atas informasi,
(4) hak untuk memilih,
(5) hak atas keamanan,
(6) hak atas perwakilan,
(7) hak untuk mendapatkan ganti rugi,
(8) hak atas pendidikan, dan
(9) hak atas lingkungan yang sehat.
Ujungpandang, 26 Juli 1999
#Makalah dipresentasikan oleh Zohra A. Baso (Ketua Umum YLK Sulsel dalam Seriloka II Gerakan Konsumen Berperspektif Gender dengan
topik Hak-hak dan Tanggung Jawab Konsumen, Manado, 27 s.d 30 Juli 1999.
##Naskah ditulis oleh M. Nawir (Ketua II YLK Sulsel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar