Tulisan singkat ini
hendak memaknai istilah kader dewasa ini. Penulis terinspirasi oleh pengalaman
menfasilitasi pelatihan Kader Pembangunan Masyarakat Desa (KPMD) di beberapa
desa bersama Tim Pemandu Balai Latihan Masyarakat (Balatmas) Makassar. Penulis
berharap, tulisan ini dapat memperkaya visi dan misi pembangunan desa dari
perspektif pengorganisasian kader desa.
Istilah Kader
Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Kader sebagai seseorang yang diharapkan
berperan penting dalam pemerintahan, partai politik maupun dinas kemiliteran. Dalam
pengertian ini, kader adalah calon pemimpin, pengemban dan pelanjut misi
organisasi di masa depan. Sebagai syarat utamanya, seorang kader harus melalui pendidikan maupun pelatihan khusus,
yaitu pengkaderan
Pengertian klasik
kader merujuk pada sejarah penggunaan kata Cadre, yang secara harfiah berarti
“bingkai”. Pada mulanya penyebutan kata Le Cadre dalam bahasa Perancis (kadr),
yang berasal dari kata qudro dari bahasa Italia atau pun quadrum dalam bahasa
Latin. Pada abad ke-19, kata cadre diadaptasi ke dalam bahasa Inggris-Amerika dengan
penyebutan dan makna yang berbeda hingga kini. Dari le cadre berarti frame, container,
box, space (on a form), setting, scope, framework menjadi cadre yang berarti ‘anak
didik’ suatu organisasi.
Pengkaderan dalam
suatu organisasi merupakan proses “membingkai” atau pun membentuk sikap-mental,
wawasan dan keahlian anggotanya. Proses pembentukannya terutama melalui
pelatihan dan praktik lapang. Hasil yang hendak dicapai adalah adanya kader-kader
yang loyal mengabdi pada misi dan tujuan organisasi. Kader-kader yang teruji mengemban
misi organisasi akan menjadi generasi pelanjut kepemimpinan organisasi.
Pada masa
perjuangan kemerdekaan hingga pemerintahan Orde Lama, pengertian kader merujuk
pada aktivitas organisasi sosial kemasyarakatan, termasuk organisasi keagamaan,
dan partai politik (orsospol). Istilah lain yang merujuk pada konsep kader
seperti laskar, antek-antek, bahkan mata-mata suatu organisasi militer maupun
organisasi bawah tanah.
Pada masa Orde
Baru, konsep kader digunakan dalam konteks pembangunan, misalnya, kader Kelompencapir,
kader Posyandu, kader organiasi Pemuda/Karang Taruna, kader Siaga Bencana.
Pengertian ini memerankan kader sebagai agen pembangunan nasional, sehingga
maknanya bergeser dari konteks pergerakan atau pun perubahan sosial.
Belakangan ini,
istilah kader kembali digunakan secara massif dalam pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa (KPMD). Setidaknya, singkatan KPMD menggantikan
konsep kelembagaan masyarakat desa dalam program Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Dan, kemudian Undang-undang Desa No. 6/2014 dan
Permendesa No. 3/2015 menegaskan Kader sebagai salah satu unsur utama dalam Pendampingan
Desa, di samping pendamping desa (tenaga ahli) dan pihak ketiga.
Kader dan Kades
Kader dan Kades
adalah dua kata yang mengemuka dalam program pemberdayaan masyarakat desa.
Kedua kata tersebut merujuk pada figur, fungsi, dan jabatan.
Peraturan-perundangan tentang desa memposisikan Kader sebagai representasi
kelembagaan masyarakat desa, sedangkan Kades adalah representasi pemerintahan
desa. Pemaknaan dari kedua aktor desa tersebut menegaskan relasi Kader dan
Kades yang saling melengkapi sekaligus menguatkan pembangunan desa, yakni
penyelenggaraan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Secara
khusus, Kader adalah ‘orang kepercayaan’ kepala desa, misalnya rekrutmen kader
ditetapkan melalui Surat Keputusan Kades. Dengan begitu, pendidikan kader tidak
semata-mata ditujukan pada penguatan kapasitas dan fungsi dalam pembangunan
desa. Lebih dari itu pendidikan atau pun pemberdayaan kader merupakan usaha
strategis membangun kepemimpinan pemerintahan desa.
Penting dikemukakan
bahwa keberadaan kader (KPMD) dalam pendampingan desa (Permendesa NO. 3/2015)
sangat berbeda dengan Pendamping Desa (PD). Aspek utama pembedanya, yaitu kader
KPMD dipilih melalui musyawarah dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa. Sedangkan pendamping desa adalah tenaga ahli yang direkrut oleh
kementerian desa melalui seleksi ujian tertulis maupun wawancara.
Masalah yang
kemudian muncul saat ini, di antaranya kader KPMD menuntut pembiayaan dari Dana
Desa sebagaimana terjadi pada masa PNPM. Tuntutan ini cukup beralasan, mengingat peran kader sejalan dengan tugas pendampingan masyarakat, yakni sebagai pelopor, penggerak, mediator, sekaligus pelaksana pembangunan desa. Persoalan ini menjadi diadvokasi oleh para kader di tingkat desa hingga kabupaten. Hasilnya, pemdes sungguh-sungguh menjadikan KPMD sebagai tim kerja yang memperoleh insentif atau biaya operasional kader. Ada juga yang menunggu peraturan bupati.
Problem lainnya,
sejumlah kader merasa tersingkir atau tidak dilibatkan dalam perencanaan desa. Dalam
beberapa contoh kasus, kader yang kehilangan akses dari pemerintahan desa
disebabkan proses politik Pilkades. Kader-kader yang memenangkan calon Kadesnya
otomatis menjadi lingkar inti dalam pembangunan desa. Mereka yang kalah, serta
merta merasa berada di luar arena pembangunan desa.
Misi Pendidikan
Kader
Pendidikan dan
pelatihan kader KPMD menjadi penting artinya dalam memetakan dan memediasi
konflik kepentingan dalam pembangunan desa. Dalam hal ini, misi utamanya adalah
membangun desa yang bertenaga secara sosial. Maksudnya agar sebanyak mungkin aktor
penggerak desa yang – bukan hanya mengelola (menikmati) dana desa – tetapi juga
mengontrol gerak pembangunan desa.
Pendidikan kader
desa juga bertujuan menginisiasi program strategis pembangunan desa, misalnya pelayanan
dasar, ekonomi kreatif, resolusi konflik, dan mitigasi bencana.
Inisiatif-inisiatif seperti ini nyaris terabaikan dalam musrenbangdes. Sudah
lazim, rata-rata 70% dana dana desa dalam APBDes dialokasikan untuk pembangunan
infrastruktur, terutama jalan, drainase, bangunan, dibawah kelola dan kontrol
kepala desa beserta tim pembangunannya.
Pada umumnya pembangunan
infrastruktur bertujuan meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas warga. Pembangunan
infrastruktur juga dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga. Pada gilirannya,
pembangunan jalan desa dapat mendorong pertumbuhan ekonomi warga. Yang luput
dari asumsi itu bahwa aksesibilitas dan mobilitas yang tinggi biasanya diikuti
dengan biaya sosial dan ekonomi yang tinggi pula, misalnya tingkat kecelakaan,
polusi, bahkan gangguan ketertiban umum.
Pada akhirnya
sasaran pokok pendidikan KPMD adalah menggalang sebanyak mungkin kader dan warga
desa dalam pemanfaatan dana desa, pemeliharaan, dan pelestarian hasil-hasil
pembangunan. Sebagaimana yang terumuskan dalam peraturan-perundang-undangan,
peran kader mencakup aspek pembangunan berikut ini:
Bidang
|
Substansi Tugas
|
Daftar Kegiatan
|
Insfra-struktur
|
Pemanfaatan dan
pemeliharaan
|
Tambatan perahu, jalan pemukiman, jalan desa antar
pemukiman ke wilayah pertanian, pembangkit listrik tenaga air, perumahan
|
Sarana dan
prasarana kesehatan
|
Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan
|
Air bersih berskala desa, sanitasi lingkungan,
pelayanan kesehatan
|
Sarana dan Prasarana Ekonomi
|
Pengembangan usaha akonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan
|
Pasar desa, BUMDes, penggilingan padi, pembukaan lahan
pertanian, usaha hasil hutan, kolam ikan, pelelangan ikan, gudang pendingin,
tambak garam, kandang ternak
|
Lingkungan hidup
|
Pelestarian
|
Penghijauan, pembibitan. pemeliharaan hutan bakau,
perlindungan sumber mata air, pembersihan daerah aliran sungai
|
Penutup
Pelatihan
kader desa merupakan bentuk pendidikan karakter kepemimpinan, lebih dari
sekadar menguatkan kapasitas warga desa sebagai agen pembangunan desa. Pendidikan
kader yang sesungguhnya adalah pengkaderan bagi warga desa dalam memajukan
pemerintahan desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar