1 Mei 2012

Meramaikan Hari Buruh 2012

Kaum Buruh Miskin Perkotaan Menuntut Kesetaraan dan Kesejahteraan!
(Siaran Pers Hari Buruh 2012 di Makassar)
Kami adalah bagian dari kaum buruh di dunia yang memiliki hak politik dan hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak kami tercantum dalam Konstitusi (UUD) 1945 republik ini, dan diakui oleh Konvensi PBB. Maka sepantasnya kaum buruh menuntut pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak-hak tersebut.
Saat ini, masih banyak buruh dan pekerja informal yang mengalami pemiskinan. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya upah, kurangnya jaminan sosial, perumahan yang tidak layak, dan kian mahalnya harga-harga kebutuhan pokok. Lemahnya perlindungan terhadap keselamatan kerja, ancaman PHK yang semena-mena, dan kebijakan outsourcing yang harus ditanggung kaum buruh, kian melengkapi penderitaan keluarga buruh miskin di perkotaan. Sekali pun, sebagian kecil dari mereka tergabung dalam serikat-serikat, kaum buruh tetap saja rentan dari intimidasi dan eksploitasi.
Sebagian besar kaum buruh dan pekerja informal berada dalam garis kemiskinan, atau beresiko jatuh miskin. Mereka umumya adalah kaum urban yang berasal dari kampung-kampung miskin di perkotaan dan pedesaan. Menurut data statistik (BPS), pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh dan karyawan sebesar 34,5 juta orang (31,01%), yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 21,3 juta orang (19,15%), dan berusaha sendiri sejumlah 21,1 juta orang (19,01%) dari total penduduk Indonesia sekitar 230 juta jiwa. Mereka, kaum buruh dan pekerja lepas itu umumnya berpendidikan rendah, yakini sekitar 55,4 % tamatan SD, dan 16,8% tamatan SMP. Dengan alasan tidak terdidik, upah kaum buruh dinilai rendah.
Mereka rentan dari krisis ekonomi nasional maupun global. Keberlanjutan hidup sehari-harinya sangat bergantung pada pertumbuhan industri, perdagangan, dan pembangunan infrastruktur. Sementara pekerja informal perempuan seperti pembantu rumah tangga, pengasuh (baby sitter), office boy, termasuk pekerja pers, tidak tersentuh oleh perlindungan dinas tenaga kerja, sehingga tidak ada standar upah bagi mereka. Akibatnya, majikan semena-mena menetapkan upah. Bahkan buruh-buruh migran yang umumnya perempuan pedesaan beresiko mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerjanya.
Kaum buruh berada pada posisi yang tidak setara dibanding dengan para pemilik modal dan pengusaha. Mereka tidak memiliki relasi politik secara khusus dengan pemerintah. Sementara pengusaha dan pemilik modal memiliki akses dan kontrol terhadap kebijakan pemerintah, bahkan para pengusaha itu sudah terlibat membiayai politisi pada setiap pemilu. Sehingga banyak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kaum buruh. Misalnya, Undang-Undang No. 13/2003 telah menempatkan buruh pada posisi yang serba salah berkaitan dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Sistem tersebut menciptakan rasa tidak nyaman dan ketidakpastian kerja. Sistim kontrak ini pun menjauhkan buruh dari kegiatan berserikat.
Solusi Soal Upah dan Jaminan Sosial
Di Makassar, meski Upah Minimum Propinsi (UMP) mencapai Rp 1.265.000 perbulan, faktanya harga kebutuhan pokok dan bahan bakar pun ikut naik. Upah sebesar itu belum dinikmati oleh sebagian buruh dan pekerja informal. Masih banyak perusahaan yang tidak memberlakukan kebijakan tersebut dengan alasan belum seimbang antara keuntungan dengan ongkos produksi. Bahkan sebagain besar buruh harian dan kuli bangunan belum mendapat jaminan sosial keselamatan kerja di sektor property, dan proyek-proyek infrastruktur.
Sudah benar bahwa pemerintah campur tangan dalam penetapan upah minimum dan maksimum berdasarkan klasifikasi besaran unit usaha dan kemampuan perusahaan, agar pengusaha tidak menggunakan mekanisme pasar dalam penentuan upah. Pemerintah juga seharusnya mendesak pengusaha menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas usaha, serta pembukuannya kepada publik. Pada saat yang sama, pemerintah maupun parlemen melindungi serikat-serikat pekerja agar pengusaha, termasuk perusahaan media menghormati keberadaan serikat tersebut. Prinsipnya adalah akses dan kontrol yang setara (KESETARAAN) di antara pemerintah, pengusaha, dan kaum buruh.
Peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaan lapangan kerja dan pemenuhan standar kehidupan yang layak bagi tenaga kerja. Dalam situasi dimana kaum buruh sangat rentan dari PHK, selain Jamsostek, Jamkesda, sudah saatnya pemerintah mengembangkan jaringan pengaman sosial bagi para pengangguran. Tujuannya agar buruh atau pun karyawan yang menganggur karena PHK, tidak masuk dalam garis kemiskinan ketika menganggur sampai saatnya mendapatkan pekerjaan baru. Prinsip dasarnya adalah perlindungan terhadap KESEJAHTERAAN keluraga buruh.
Pada hari ini, 1 Mei 2012, Hari Buruh Sedunia (May Day) – tepat 126 tahun perjuangan kaum buruh di Amerika dan Eropa ketika ratusan ribu buruh melakukan aksi mogok menolak pemberlakuan 16 jam kerja. Peringatan ini, selain sebagai bentuk solidaritas kaum buruh dan pekerja informal di seluruh dunia, kami juga menjadikannya sebagai momen untuk menuntut kembali hak atas kesetaraan dan kesejahteraan.
  1. Menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional
  2. Mengganti Upah Minimum menjadi Upah Layak bagi buruh dan keluarganya
  3. Menghapus Sistem Buruh Kontrak dan Outsourcing
  4. Memberlakukan standar pengupahan, keselamatan kerja, dan jaminan sosial bagi pekerja informal (buruh harian/bangunan)
  5. Menuntut transparansi dan akuntabilitas perusahaan
  6. Menuntut perlindungan atas kebebasan berserikat
  7. Menolak Kenaikan Harga Bahan Bakar MinyaK (BBM ) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang akan memiskinkan kaum buruh dan pekerja informal
Makassar, 1 Mei 2012
KPRM – Komite Perjuangan Rakyat Miskin
SIAGA – Aliansi Masyarakat Tanggap Bencana. Makassar
UPC – Jaringan Rakyat Miskin Kota Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar