Kaum Buruh Miskin Perkotaan Menuntut Kesetaraan dan Kesejahteraan!
(Siaran Pers Hari Buruh 2012 di Makassar)
Kami adalah bagian
dari kaum buruh di dunia yang memiliki hak politik dan hak ekonomi,
sosial dan budaya. Hak-hak kami tercantum dalam Konstitusi (UUD) 1945
republik ini, dan diakui oleh Konvensi PBB. Maka sepantasnya kaum buruh menuntut pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak-hak tersebut.
Saat ini, masih
banyak buruh dan pekerja informal yang mengalami pemiskinan. Hal
tersebut disebabkan oleh rendahnya upah, kurangnya jaminan sosial,
perumahan yang tidak layak, dan kian mahalnya harga-harga kebutuhan
pokok. Lemahnya perlindungan terhadap keselamatan kerja, ancaman PHK
yang semena-mena, dan kebijakan outsourcing yang harus
ditanggung kaum buruh, kian melengkapi penderitaan keluarga buruh
miskin di perkotaan. Sekali pun, sebagian kecil dari mereka tergabung
dalam serikat-serikat, kaum buruh tetap saja rentan dari intimidasi
dan eksploitasi.
Sebagian besar kaum
buruh dan pekerja informal berada dalam garis kemiskinan, atau
beresiko jatuh miskin. Mereka umumya adalah kaum urban yang berasal
dari kampung-kampung miskin di perkotaan dan pedesaan. Menurut data
statistik (BPS), pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja
sebagai buruh dan karyawan sebesar 34,5 juta orang (31,01%), yang
berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 21,3 juta orang (19,15%),
dan berusaha sendiri sejumlah 21,1 juta orang (19,01%) dari total
penduduk Indonesia sekitar 230 juta jiwa. Mereka, kaum buruh dan
pekerja lepas itu umumnya berpendidikan rendah, yakini sekitar 55,4 %
tamatan SD, dan 16,8% tamatan SMP. Dengan alasan tidak terdidik, upah
kaum buruh dinilai rendah.
Mereka rentan dari
krisis ekonomi nasional maupun global. Keberlanjutan hidup
sehari-harinya sangat bergantung pada pertumbuhan industri,
perdagangan, dan pembangunan infrastruktur. Sementara pekerja
informal perempuan seperti pembantu rumah tangga, pengasuh (baby
sitter), office boy, termasuk pekerja pers, tidak
tersentuh oleh perlindungan dinas tenaga kerja, sehingga tidak ada
standar upah bagi mereka. Akibatnya, majikan semena-mena menetapkan
upah. Bahkan buruh-buruh migran yang umumnya perempuan pedesaan
beresiko mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual di tempat
kerjanya.
Kaum buruh berada
pada posisi yang tidak setara dibanding dengan para pemilik modal dan
pengusaha. Mereka tidak memiliki relasi politik secara khusus dengan
pemerintah. Sementara pengusaha dan pemilik modal memiliki akses dan
kontrol terhadap kebijakan pemerintah, bahkan para pengusaha itu
sudah terlibat membiayai politisi pada setiap pemilu. Sehingga banyak
kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kaum buruh. Misalnya,
Undang-Undang No. 13/2003 telah menempatkan buruh pada posisi yang
serba salah berkaitan dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing.
Sistem tersebut menciptakan rasa tidak nyaman dan ketidakpastian
kerja. Sistim kontrak ini pun menjauhkan buruh dari kegiatan
berserikat.
Solusi Soal Upah dan Jaminan Sosial
Di Makassar, meski
Upah Minimum Propinsi (UMP) mencapai Rp 1.265.000 perbulan, faktanya
harga kebutuhan pokok dan bahan bakar pun ikut naik. Upah sebesar itu
belum dinikmati oleh sebagian buruh dan pekerja informal. Masih
banyak perusahaan yang tidak memberlakukan kebijakan tersebut dengan
alasan belum seimbang antara keuntungan dengan ongkos produksi.
Bahkan sebagain besar buruh harian dan kuli bangunan belum mendapat jaminan
sosial keselamatan kerja di sektor property, dan proyek-proyek infrastruktur.
Sudah benar bahwa
pemerintah campur tangan dalam penetapan upah minimum dan maksimum
berdasarkan klasifikasi besaran unit usaha dan kemampuan perusahaan,
agar pengusaha tidak menggunakan mekanisme pasar dalam penentuan
upah. Pemerintah juga seharusnya mendesak pengusaha
menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas usaha, serta
pembukuannya kepada publik. Pada saat yang sama, pemerintah maupun parlemen
melindungi serikat-serikat pekerja agar pengusaha, termasuk perusahaan media menghormati keberadaan serikat tersebut. Prinsipnya
adalah akses dan kontrol yang setara (KESETARAAN) di antara
pemerintah, pengusaha, dan kaum buruh.
Peranan pemerintah
sangat penting dalam penyediaan lapangan kerja dan pemenuhan standar
kehidupan yang layak bagi tenaga kerja. Dalam situasi dimana kaum
buruh sangat rentan dari PHK, selain Jamsostek, Jamkesda, sudah
saatnya pemerintah mengembangkan jaringan pengaman sosial bagi para pengangguran. Tujuannya agar buruh atau pun karyawan yang menganggur
karena PHK, tidak masuk dalam garis kemiskinan ketika menganggur sampai saatnya mendapatkan pekerjaan baru. Prinsip dasarnya adalah
perlindungan terhadap KESEJAHTERAAN keluraga buruh.
Pada hari ini, 1
Mei 2012, Hari Buruh Sedunia (May Day) – tepat 126 tahun
perjuangan kaum buruh di Amerika dan Eropa ketika ratusan ribu buruh
melakukan aksi mogok menolak pemberlakuan 16 jam kerja. Peringatan
ini, selain sebagai bentuk solidaritas kaum buruh dan pekerja
informal di seluruh dunia, kami juga menjadikannya sebagai momen
untuk menuntut kembali hak atas kesetaraan dan kesejahteraan.
- Menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional
- Mengganti Upah Minimum menjadi Upah Layak bagi buruh dan keluarganya
- Menghapus Sistem Buruh Kontrak dan Outsourcing
- Memberlakukan standar pengupahan, keselamatan kerja, dan jaminan sosial bagi pekerja informal (buruh harian/bangunan)
- Menuntut transparansi dan akuntabilitas perusahaan
- Menuntut perlindungan atas kebebasan berserikat
- Menolak Kenaikan Harga Bahan Bakar MinyaK (BBM ) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang akan memiskinkan kaum buruh dan pekerja informal
Makassar, 1 Mei
2012
KPRM – Komite
Perjuangan Rakyat Miskin
SIAGA – Aliansi
Masyarakat Tanggap Bencana. Makassar
UPC – Jaringan
Rakyat Miskin Kota Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar