13 Okt 2012

Satu Dekade KPRM Makassar

 Sepuluh Tahun Mengatasi Kemiskinan, Kekumuhan, dan Penggusuran
orasi andi rudiyanto asapa
Dua agenda penting PBB pada setiap bulan oktober, yakni World Habitat Day atau "Hari Habitat", dan World Disaster Risk Reduction Day atau "Hari Pengurangan Resiko Bencana". UN-Habitat, badan PBB urusan pemukiman/ perumahan dan UN-ISDR, badan PBB urusan bencana, yang menggalang kampanye agenda tahunan tersebut. Keduanya menjadi momen untuk merefleksi sekaligus mengevaluasi dampak pembangunan global yang senantiasa dibayang-bayangi kemiskinan, krisis pangan, dan kerusakan sumberdaya agraria.
Tema Kampanye Hari Habitat 2012 adalah Membebaskan Masyarakat dari Kekumuhan, khususnya di perkotaan. Sedangkan tema perayaan Hari Pengurangan Resiko Bencana tahun ini adalah peranan kaum muda-mudi dalam menentang penggusuran. Keduanya memiliki fokus pada persoalan pemukiman yang dihadapi umumnya masyarakat miskin di perkotaan, yakni kekumuhan dan penggusuran.
 https://www.youtube.com/watch?v=6D2OhKu-WI0
Sejak tahun 2003, PBB telah merilis data bahwa satu dari enam penduduk dunia tinggal di kawasan kumuh. Diperkirakan terjadi peningkatan populasi kaum urban yang potensial kumuh sebanyak dua kali lipat pada tahun 2030. UN Habitat kemudian menggarisbawahi pentingnya kebijakan dan strategi pemerintah yang efektif, tepat sasaran, berbasis pemenuhan hak dasar, untuk menghindari eskalasi kekumuhan, dan tentu saja mengurangi kerentanan sosial akibat perubahan iklim dewasa ini.
Dalam perayaan Hari Habitat 2012 yang dipusatkan di Surabaya, pemerintah RI menargetkan “Bebas Kumuh 2020”. Target ini memerlukan komitmen tinggi dari para penentu kebijakan untuk mengubah paradigma pembangunan kota, dari pendekatan parsial menjadi terpadu; dari kapitalisasi ruang kota menjadi penataan ruang yang menghormati hak sosialbudaya-ekonomi warga kota.  Konsep yang disarankan oleh para ahli berpengalaman, yakni mengintegrasikan strategi pengentasan kemiskinan dengan penataan pemukiman kumuh. Program “bedah rumah” harus diubah menjadi “bedah kampung atau pemukiman”, dimana aspek perumahan, lingkungan hidup, infrastruktur, ekonomi dan aspek kelembagaan sosial dirancang bersama warga dan diimplementasikan sekaligus dalam suatu kawasan pemukiman. Proyek bedah rumah sejauh ini dipandang parsial, rawan penyelewengan (korupsi), dan tidak berdampak luas.
Berdasarkan bahan presentasi Bappeda Kota Makassar (Maret, 2011), teridentifkasi rumah yang tidak layak huni (RTLH) berkaitan langsung dengan ketidakmampuan ekonomi rumah tangga. Dengan jumlah penduduk 1.371.904 jiwa, kota Makassar menyisakan keluarga miskin 62.096 RT, di antaranya rumah yang tidak layak huni 3.197 RT, yang tinggal di atas kawasan kumuh seluas 540,78 HA di 23 kelurahan.

Kondisi pemukiman kumuh umumnya rentan dari kebakaran. Pada musim penghujan, lingkungan pemukiman kumuuh rawan banjir, dan konflik sosial. Sebanyak 16.689 KK  penduduk berada di kawasan yang rentan bencana. Menurut data Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (2010-2015), rata-rata kasus kebakaran 10-15 kali per bulan. Sementara 24 kawasan kumuh rentan  banjir, yang beresiko pada peningkatan kasus diare, typhus dan demam berdarah.
Dengan kondisi kota Makassar seperti di atas, dapatlah dikatakan bahwa program pengentasan kemiskinan, termasuk bedah rumah, pembangunan Rusunawa, Makassar Clean and Green, dan semacamnya tidak cukup memadai untuk mencapai target bebas pemukiman kumuh 2020.
Selama sepuluh tahun terakhir, Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM) merasakan kemajuan pembangunan infrastruktur kota yang pesat. Pada saat yang sama suasana kota terasa semakin sumpek, pemukiman kumuh semakin padat, mudah kebanjiran dan kebakaran. Terjadi kesenjangan penguasaan lahan dan akses pada perumahan yang layak huni. Dimana-mana perumahan mewah dan ruko-ruko yang dimiliki para penguasa kapital diprioritaskan pengembangannya oleh pemerintah kota. Tidak sebanding dengan sokongan program perbaikan perumahan dan nfrastruktur pemukiman penduduk berpendapatan rendah. Semua ketimpangan ini akan memicu patologi sosial, dan pada yang sama rakyat semakin tidak percaya pada pemerintahnya.
Persoalan penguasaan tanah pemukiman di Makassar seperti “fenomen gunung es”. Kasus yang manifes tidak seberapa dibanding yang laten. Catatan dari sekretariat Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Makassar dan Forum Kajian Kota (Forkata) tahun antara tahun 2004 hingga 2006, sedikitnya 16 kasus sengketa tanah dan penggusuran pemukiman kumuh, serta; 19 kasus penggusuran PKL/kios di Makassar. Dari 35 kasus yang manifes itu, sedikitnya 1.613 KK kehilangan tempat tinggal, dan 583 PKL kehilangan tempat usahanya. Kemudian, antara september-oktober 2008, KPRM mendata 25 kasus tanah yang laten tersebar di 18 kelurahan.
Kasus penggusuran pemukiman yang serius akhir-akhir ini di Buloa yang dihuni nelayan pesisir Tallo. Sebanyak 50-an KK dipaksa menerima ganti rugi oleh antek-antek mafia tanah yang dibeking pengusaha atas izin pemerintah kota. Pada kasus ini nampak sekali pemerintah kota gagal melindungi warganya dari ancaman penggusuran paksa untuk proyek pengembangan pelabuhan baru (New Port Makassar). Hal ini karena, pemerintah kota tidak memiliki konsep penataan pemukiman di kawasan pengembangan infrastruktur sebagai alternatif untuk menghindari warga penggusuran paksa. Baik pemerintah, investor maupun pemilik tanah mengabaikan amanah konstitusi dan konvensi PBB tentang perlindungan hak atas perumahan, ekonomi dan sosialbudaya.
KPRM – Jaringan Rakyat Miskin Kota Makassar memandang persoalan tersebut sebagai akibat dari rendahnya keberpihakan pemerintah kepada rakyat miskin. Pemerintah tidak sungguh-sungguh menuntaskan pemecahan persoalan kemiskinan secara terpadu. Atas dasar ini, KPRM-JRMK Makassar mengharapkan pemerintahan baru, gubernur maupun walikota terpilih nantinya, menuntaskan pengentasan kemiskinan dan penataan ruang kota yang berkeadilan sosial.

Makassar, 13 Oktober 2012

Panjang Umur Perjuangan!

Ttd,
KPRM Makassar,  Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Indonesia, Gardan Makassar, Lingkar Advokasi Warga (LAW) Unhas, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Makassar, Perhimpunan Mantan Penderita Kusta (PERMATA) Jongayya, Komunitas Sehati, Perhimpunan Penyancang Cacat (PPCI) Sulsel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar