Timothy Ingold, Antropolog Inggris, kelahiran
1 Nopember 1948. Ayahnya adalah seorang ahli mikologi, Cecil Terence Ingold.
Dia dididik di Leighton Park School di Reading, Inggris. Awalnya ia belajar
ilmu alam, kemudian beralih ke antropologi. Ia menerima gelar BA pada tahun
1970 dalam bidang Antropologi Sosial dari Universitas Cambridge. Antara tahun
1973-74, ia menjadi dosen Antropologi Sosial di Universitas Helsinki,
Finlandia. Gelar doktor diterima dari Universitas Manchester (1990), dan pada
tahun 1995 menjadi Profesor Ilmu-ilmu Sosial Max Gluckman. Adapun gelar doktor
kehormatan diberikan oleh Leuphana University of Lüneburg Jerman (2015). Saat
ini ia menjabat Ketua Jurusan Antropologi Sosial di Universitas Aberdeen,
Inggris sejak tahun 1999.
Sebagai pakar antropologi-ekologi, Tim
Ingold memulai studi doktoralnya di bidang etnografi pada tahun 1971-1972, dan menghasilkan
monograf The Skolt Lapps Today (1976). Karya ilmiah ini mempelajari adaptasi
ekologis, organisasi sosial dan politik etnis minoritas Skolt Saami yang
bermukim di timur laut Finlandia pasca perang. Studi ini berlanjut tahun 1979-1980;
Ia mengkaji secara komparatif perburuan, penggembalaan dan peternakan rusa atau
caribou sebagai cara-cara alternatif dari mata pencaharian etnis non-Saami di
distrk Salla Finlandia utara. Hasil studi ini diterbitkan dalam buku Hunters, Pastoralists
and Ranchers: Reindeer Economies and Their Transformations (1980), yang
mengungkap keterkaitan pertanian, kehutanan dan penggembalaan rusa sebagai mata
pencaharian etnis lokal dengan intensitas depopulasi pedesaan, dan efek jangka
panjangnya.
https://www.youtube.com/watch?v=7ekX9tZ4JUA
Tema antropologi ekologi dan ekomomi
menjadi materi kursusnya di Manchester. Sejumlah esai yang dikumpulkan dalam
buku The Appropriation of Nature, yang diterbitkan pada tahun 1986. Pada tahun
yang sama, ia juga mempublikasi 'Evolusi dan Kehidupan Sosial', sebuah studi
tentang cara-cara dari gagasan dalam proses evolusi manusia yang terkorespondensi
dalam disiplin ilmu antropologi, biologi dan sejarah, sejak akhir abad 19
hingga kini. Bersama Kathleen Gibson, ia menerbitkan tulisan dari hasil konferensi
internasional tentang bahasa dan tekoologi dalam proes evolusi manusia (Tools,
Language and Cognition in Human Evolution, 1993). Sejak itu, Ingold menemukan cara
menyatukan antropologi teknologi dan seni. Ia mengaitkan tema-tema persepsi
lingkungan dan praktik ketrampilan untuk menggantikan model-model tradisional
transmisi genetik dan budaya, yang sekian lama dipengaruhi oleh aliansi ilmu biologi
Neo-Darwinian dan pengetahuan science. Ide-ide ini disajikan dalam buku The
Perception of the Environment (2000).
Pada dekade tahun 2000-an, Ingold menjelajahi
tiga tema utama tentang persepsi atas lingkungan; pertama, dinamika gerak pejalan
kaki (the dyanamic of pedesterian movement); kedua, kreativitas (the creativity
of practices), dan; ketiga, linearitas penulisan (the linearity of writing). Proyek
ini didanai oleh ESRC Professorial Fellowship (2005-2008) dengan judul Explorations
in the Comparative Anthropology of the Line. Berawal dari premis bahwa
aktivitas berjalan, mengamati, dan menulis adalah proses evolusi manusia dari
satu garis ke garis lainnya. Proyek ini bertujuan menguji pendekatan baru dalam
memahami hubungan sosial dan pengalaman, antara kegiatan (movement),
pengetahuan dan deskripsi. Sambil meneliti, Ingold mengajar tentang hubungan antara
antropologi, arkeologi, seni dan arsitektur ('4 As'). Ia memperkenalkan pendekatan
yang secara radikal berbeda dari kajian antropologi dan arkeologi konvensional,
yang biasanya memperlakukan karya seni dan bangunan seolah-olah hanya objek
analisis. Ingold menemukan ara menyatukan 4 A pada tingkat praktik.
Empat A
Sebagai antropolog-fenomenologis, Ingold
mengeksplorasi manusia sebagai organisme yang 'merasakan' jalannya perubahan melalui
dunia yang "bergerak sendiri"; manusia terus-menerus menciptakan, dan
pada saat yang sama diubah oleh ruang dan tempat tinggalnya.
Tim Ingold memperkenalkan pendekatan baru
dalam bukunya Making: Antrophology, Archeology, Art and Architecture (4 As). Buku
ini menawarkan serangkaian refleksi yang mendalam tentang apa artinya
menciptakan sesuatu (making), pada bahan dan bentuk, makna desain, persepsi
lanskap, kehidupan sehari-hari, pengetahuan pribadi, dan “kerjaninan” tangan. Hal
ini mengacu pada contoh dan percobaan mulai dari pembuatan alat prasejarah batu
ke pembangunan katedral abad pertengahan, dari gundukan bundar ke monumen, dari
layang-layang ke tali berliku, dari menggambar hingga menulis. Semua proses ini
merupakan proses evolusi manusia dalam lingkungannya, yang ia gambarkan
bergerak dari “satu garis ke garis lainnya”.
Pada bagian pengantar bukunya, Ingold
menegaskan argumennya bahwa disiplin ilmu - antropologi, arkeologi, seni dan
arsitektur – berkorespondensi satu sama lain melalui proses penciptaan (making).
Hal yang menurutnya tidak lazim atau bertentangan dengan konsep penciptaan dalam
lembaga pendidikan, yang cenderung menempatkan para ahli teori dan praktisi
secara terpisah (dikotomis). Secara tegas ia membedakan kajian antropologi
dengan etnografi. Jika etnografi memahami manusia sebagai ‘orang’ (ethnos) atau
deskripsi tentang ciri-ciri masyarakat, maka antropologi memahami manusia
sebagau entitas yang terikat dengan lingkungannya. Seorang antropolog yang
mempelajari suatu masyarakat sesungguhnya sedang mempelajari dirinya sendiri
sebagai manusia yang berperan dalam proses pengamatan dengan segala pengetahuan,
keterampilan dan kreativitasnya. Dengan merujuk pada C, Wright Mills (1959)
bahwa tidak ada perbedaan antara disiplin teori dan metodenya; keduanya adalah
'bagian dari praktik kerajinan', Menurut
Ingold, “jika metodenya adalah metode praktisi, bekerja dengan materi,
disiplinnya terletak pada keterlibatan pengamatan dan ketajaman persepsi yang
memungkinkan praktisi untuk mengikuti apa yang sedang terjadi, dan pada
gilirannya untuk merespon keterlibatannya itu” (Ingold, 2013:7).
Peran antropolog bersifat ganda, yaitu bagaimana
bersikap adil terhadap kekayaan etnografis dan kompleksitas budayanya, sekaligus
membuka diri dari potensi radikal dan spekulatif dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Alternatifnya terletak di antara sikap melepaskan tanggung jawab
untuk terlibat dalam dialog kritis tentang bagaimana membentuk kolektivitas manusia
di dunia “yang tertatih-tatih di tepi bencana”, atau mengubah orang-orang yang
telah digarap menjadi juru bicara tentang filosofi keselamatan yang bukan
buatan mereka sendiri. Dengan begitu, antropologi tidak akan lagi terikat oleh
komitmen retrospektif pada kesetiaan deskriptif-etnografis. Sebaliknya, antropolog secara bebas menyediakan
berbagai cara mengetahui dan merasakan, melalui keterlibatan transformasional
dengan orang orang di sekelilingnya untuk menemukan jalan menuju kesamaan.
Yang menarik dari uraian
Ingold dalam buku ini mengenai metode pembelajaran praktis yang dilakukan bersama
dengan para pembelajarnya; Mirip dengan metode belajar emansipatoris yang
dikembangkan oleh Paulo Freire tahun 70-an di Brazil, yang kemudian menjadi
model pengorganisasian komunitas di Indonesia. Ingold menyebutnya teknik
“learning to learn” atau merujuk pada istilah Bateson (1970) “deutero
learning”, yaitu terlibat langsung dalam proses untuk mengetahui entitas diri
dari substansi pengetahuan yang dipelajari: ... satu-satunya cara seseorang agar dapat benar benar mengetahui bagian
paling dalam dari keberadaannya adalah melalui proses penemuan diri. Untuk
mengetahui hal tersebut Anda harus tumbuh menjadi” mereka”, dan biarkan mereka
tumbuh di dalam diri Anda, sehingga mereka menjadi bagian dari siapa Anda (“knowing from the inside”).
#awi mn - palu17012019
Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/Tim_Ingold
https://eva.udelar.edu.uy/pluginfile.php/831784/mod_folder/content/0/Making%20Anthropology%2C%20Archaeology%2C%20Art%20and%20Architecture%20-%20INGOLD.pdf?forcedownload=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar