17 Jan 2019

Korespondensi Antropologi, Arkeologi, Seni dan Arsitektur

Timothy Ingold, Antropolog Inggris, kelahiran 1 Nopember 1948. Ayahnya adalah seorang ahli mikologi, Cecil Terence Ingold. Dia dididik di Leighton Park School di Reading, Inggris. Awalnya ia belajar ilmu alam, kemudian beralih ke antropologi. Ia menerima gelar BA pada tahun 1970 dalam bidang Antropologi Sosial dari Universitas Cambridge. Antara tahun 1973-74, ia menjadi dosen Antropologi Sosial di Universitas Helsinki, Finlandia. Gelar doktor diterima dari Universitas Manchester (1990), dan pada tahun 1995 menjadi Profesor Ilmu-ilmu Sosial Max Gluckman. Adapun gelar doktor kehormatan diberikan oleh Leuphana University of Lüneburg Jerman (2015). Saat ini ia menjabat Ketua Jurusan Antropologi Sosial di Universitas Aberdeen, Inggris sejak tahun 1999.
Sebagai pakar antropologi-ekologi, Tim Ingold memulai studi doktoralnya di bidang etnografi  pada tahun 1971-1972, dan menghasilkan monograf The Skolt Lapps Today (1976). Karya ilmiah ini mempelajari adaptasi ekologis, organisasi sosial dan politik etnis minoritas Skolt Saami yang bermukim di timur laut Finlandia pasca perang. Studi ini berlanjut tahun 1979-1980; Ia mengkaji secara komparatif perburuan, penggembalaan dan peternakan rusa atau caribou sebagai cara-cara alternatif dari mata pencaharian etnis non-Saami di distrk Salla Finlandia utara. Hasil studi ini diterbitkan dalam buku Hunters, Pastoralists and Ranchers: Reindeer Economies and Their Transformations (1980), yang mengungkap keterkaitan pertanian, kehutanan dan penggembalaan rusa sebagai mata pencaharian etnis lokal dengan intensitas depopulasi pedesaan, dan efek jangka panjangnya.
https://www.youtube.com/watch?v=7ekX9tZ4JUA
Tema antropologi ekologi dan ekomomi menjadi materi kursusnya di Manchester. Sejumlah esai yang dikumpulkan dalam buku The Appropriation of Nature, yang diterbitkan pada tahun 1986. Pada tahun yang sama, ia juga mempublikasi 'Evolusi dan Kehidupan Sosial', sebuah studi tentang cara-cara dari gagasan dalam proses evolusi manusia yang terkorespondensi dalam disiplin ilmu antropologi, biologi dan sejarah, sejak akhir abad 19 hingga kini. Bersama Kathleen Gibson, ia menerbitkan tulisan dari hasil konferensi internasional tentang bahasa dan tekoologi dalam proes evolusi manusia (Tools, Language and Cognition in Human Evolution, 1993). Sejak itu, Ingold menemukan cara menyatukan antropologi teknologi dan seni. Ia mengaitkan tema-tema persepsi lingkungan dan praktik ketrampilan untuk menggantikan model-model tradisional transmisi genetik dan budaya, yang sekian lama dipengaruhi oleh aliansi ilmu biologi Neo-Darwinian dan pengetahuan science. Ide-ide ini disajikan dalam buku The Perception of the Environment (2000).
Pada dekade tahun 2000-an, Ingold menjelajahi tiga tema utama tentang persepsi atas lingkungan; pertama, dinamika gerak pejalan kaki (the dyanamic of pedesterian movement); kedua, kreativitas (the creativity of practices), dan; ketiga, linearitas penulisan (the linearity of writing). Proyek ini didanai oleh ESRC Professorial Fellowship (2005-2008) dengan judul Explorations in the Comparative Anthropology of the Line. Berawal dari premis bahwa aktivitas berjalan, mengamati, dan menulis adalah proses evolusi manusia dari satu garis ke garis lainnya. Proyek ini bertujuan menguji pendekatan baru dalam memahami hubungan sosial dan pengalaman, antara kegiatan (movement), pengetahuan dan deskripsi. Sambil meneliti, Ingold mengajar tentang hubungan antara antropologi, arkeologi, seni dan arsitektur ('4 As'). Ia memperkenalkan pendekatan yang secara radikal berbeda dari kajian antropologi dan arkeologi konvensional, yang biasanya memperlakukan karya seni dan bangunan seolah-olah hanya objek analisis. Ingold menemukan ara menyatukan 4 A pada tingkat praktik.
Empat A
Sebagai antropolog-fenomenologis, Ingold mengeksplorasi manusia sebagai organisme yang 'merasakan' jalannya perubahan melalui dunia yang "bergerak sendiri"; manusia terus-menerus menciptakan, dan pada saat yang sama diubah oleh ruang dan tempat tinggalnya.
Tim Ingold memperkenalkan pendekatan baru dalam bukunya Making: Antrophology, Archeology, Art and Architecture (4 As). Buku ini menawarkan serangkaian refleksi yang mendalam tentang apa artinya menciptakan sesuatu (making), pada bahan dan bentuk, makna desain, persepsi lanskap, kehidupan sehari-hari, pengetahuan pribadi, dan “kerjaninan” tangan. Hal ini mengacu pada contoh dan percobaan mulai dari pembuatan alat prasejarah batu ke pembangunan katedral abad pertengahan, dari gundukan bundar ke monumen, dari layang-layang ke tali berliku, dari menggambar hingga menulis. Semua proses ini merupakan proses evolusi manusia dalam lingkungannya, yang ia gambarkan bergerak dari “satu garis ke garis lainnya”.
Pada bagian pengantar bukunya, Ingold menegaskan argumennya bahwa disiplin ilmu - antropologi, arkeologi, seni dan arsitektur – berkorespondensi satu sama lain melalui proses penciptaan (making). Hal yang menurutnya tidak lazim atau bertentangan dengan konsep penciptaan dalam lembaga pendidikan, yang cenderung menempatkan para ahli teori dan praktisi secara terpisah (dikotomis). Secara tegas ia membedakan kajian antropologi dengan etnografi. Jika etnografi memahami manusia sebagai ‘orang’ (ethnos) atau deskripsi tentang ciri-ciri masyarakat, maka antropologi memahami manusia sebagau entitas yang terikat dengan lingkungannya. Seorang antropolog yang mempelajari suatu masyarakat sesungguhnya sedang mempelajari dirinya sendiri sebagai manusia yang berperan dalam proses pengamatan dengan segala pengetahuan, keterampilan dan kreativitasnya. Dengan merujuk pada C, Wright Mills (1959) bahwa tidak ada perbedaan antara disiplin teori dan metodenya; keduanya adalah 'bagian dari praktik kerajinan',  Menurut Ingold, “jika metodenya adalah metode praktisi, bekerja dengan materi, disiplinnya terletak pada keterlibatan pengamatan dan ketajaman persepsi yang memungkinkan praktisi untuk mengikuti apa yang sedang terjadi, dan pada gilirannya untuk merespon keterlibatannya itu” (Ingold, 2013:7).
Peran antropolog bersifat ganda, yaitu bagaimana bersikap adil terhadap kekayaan etnografis dan kompleksitas budayanya, sekaligus membuka diri dari potensi radikal dan spekulatif dalam kehidupan manusia sehari-hari. Alternatifnya terletak di antara sikap melepaskan tanggung jawab untuk terlibat dalam dialog kritis tentang bagaimana membentuk kolektivitas manusia di dunia “yang tertatih-tatih di tepi bencana”, atau mengubah orang-orang yang telah digarap menjadi juru bicara tentang filosofi keselamatan yang bukan buatan mereka sendiri. Dengan begitu, antropologi tidak akan lagi terikat oleh komitmen retrospektif pada kesetiaan deskriptif-etnografis. Sebaliknya, antropolog secara bebas menyediakan berbagai cara mengetahui dan merasakan, melalui keterlibatan transformasional dengan orang orang di sekelilingnya untuk menemukan jalan menuju kesamaan. 
Yang menarik dari uraian Ingold dalam buku ini mengenai metode pembelajaran praktis yang dilakukan bersama dengan para pembelajarnya; Mirip dengan metode belajar emansipatoris yang dikembangkan oleh Paulo Freire tahun 70-an di Brazil, yang kemudian menjadi model pengorganisasian komunitas di Indonesia. Ingold menyebutnya teknik “learning to learn” atau merujuk pada istilah Bateson (1970) “deutero learning”, yaitu terlibat langsung dalam proses untuk mengetahui entitas diri dari substansi pengetahuan yang dipelajari: ... satu-satunya cara seseorang agar dapat benar benar mengetahui bagian paling dalam dari keberadaannya adalah melalui proses penemuan diri. Untuk mengetahui hal tersebut Anda harus tumbuh menjadi” mereka”, dan biarkan mereka tumbuh di dalam diri Anda, sehingga mereka menjadi bagian dari siapa Anda  (“knowing from the inside”).
#awi mn - palu17012019
Sumber: 
https://en.wikipedia.org/wiki/Tim_Ingold
https://eva.udelar.edu.uy/pluginfile.php/831784/mod_folder/content/0/Making%20Anthropology%2C%20Archaeology%2C%20Art%20and%20Architecture%20-%20INGOLD.pdf?forcedownload=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar