Oleh Awi MN
Huairou
Commission berpartisipasi dalam forum GFDRR – Global Facility Disaster
Reduction and Recovery – dengan menghadirkan representasi perempuan grass
root dari Indonesia, Pilipina dan Nepal. Representasi Indonesia adalah UPC-KPRM
yang diwakili Awi dan Lina; Pilipina diwakili Jo Castillo (DAMPA), dan dari
Nepal diwakili Pusp Joshi (Lumanti). Dari wakil pemerintah adalah Ismounandar
(BPBD Makassar), Sagar Mishra (BPBD Nepal), dan Chricell (Barangai
Captain/Kades Bagong Silangan Pilipina). Partisipasi ini merupakan bagian dari
strategi advokasi jaringan HC sebagai mitra UN-ISDR.
GFDRR
merupakan forum konsultasi kebijakan Bank Dunia untuk pengurangan resiko
bencana bagi para mitranya, yakni lembaga donor, pemerintah dan LSM dari 20-an
negara, terutama dari Asia dan Africa. Forum ini merupakan bagian dari kampanye
global PBB untuk Pengurangan Resiko Bencana – UNISDR. Adapun HC sebagai salah
satu jaringan kampanye UNISDR mengambil peran sebagai penghubung di antara
kepentingan PBB, WB, dan lembaga donor dengan Ormas perempuan/LSM lokal.
Berikut
ini reportase dari sesi grup panel Community driven Demand for Pro-Poor
Disaster Resilience Programs:
Grup
panel Indonesia-Pilipina-Nepal difasilitasi oleh HC berlangsung tanggal 14
Nopember dari jam 12.30-13.30. Presentasi grup ini ditujukan untuk mempengaruhi
(advokasi) kebijakan WB dan mitranya agar sungguh-sungguh mendengarkan dan
menyerap model pengurangan resiko bencana yang berbasis komunitas akar rumput.
LSM Indonesia yang juga hadir sebagai panelis di sesi lainnya antara lain YEU
(Yakkum Emergency Unit) Yogya dan IBU Foundation. Selebihnya, panel-panel
diskusi didominasi oleh lembaga donor multilateral, dan badan-badan pemerintah
nasional untuk penanggulangan bencana dari berbagai Negara seperti Belanda,
Laos, Yaman, Malawi, India.
Tim
Indonesia membawakan pengalaman KPRM mengorganisir aliansi SIAGA dalam merespon
isu-isu perubahan iklim di Makassar dan respon jaringan Siaga terhadap bencana
banjir bandang di Pangkep dan letusan gunung merapi di Yogya. KPRM dinilai
mantap dalam menggerakkan kelompok perempuan akar rumput, menggalang
solidaritas kaum muda, serta melibatkan pemerintah kota dalam kampanye Kota
Siaga (Cities Resilient). Panelis Indonesia, Nurlina (koord KPRM) didampingi
wardah hafidz (penerjemah) mendapat kesempatan lima belas menit pertama. Wakil
pemerintah kota Makassar hanya menambahkan materi presentasi KPRM. Kemudian
disusul panelis dari Pilipina yang diwakili Jocas yang mempresentasikan
pengalaman DAMPA, LSM yang bekerjasama dengan kepala desa menanggulangi bencana
angin topan. Kegiatan-kegiatannya terutama emergency response, misalnya
pemenuhan kebutuhan dasar (livelihood) korban bencana. Panelis Filipina
menceritakan kerjasama LSM dengan tokoh masyarakat (kepada desa) dalam merespon
bencana banjir dan angin taupan. Sedangkan panelis Nepal yang diwakili Sagar
Mishra dari badan penanggulangan bencana pemerintah Nepal lebih menfokuskan
pada kerjasama pemeritah dan Lumanti (LSM) dalam membangun ketahanan masyarakat
melalui program air bersih dan infrastruktur.
Tanggapan
audiens lumayan juga. Ada 4 penanggap yang mengajukan komentar dan pertanyaan
kepada ketiga panelis. Panelis Indonesia mendapat pertanyaan tentang sistim
ketahanan bencana berbasis masyarakat – semacam early warning system – yang
dijawab oleh wardah. Satu lagi pertanyaan tentang mekanisme kerjasama
KPRM-SIAGA dengan pemerintah. Ada juga pujian kepada panelis Indonesia.
Tanggal
15 Nopember adalah Dialog tentang Perencanaan untuk Pemulihan dan Rekonstruksi
Bencana. Pada hari ini sesi panel diskusi didominasi perwakilan Negara dan
lembaga donor mitra bank dunia. Sebelum panel, ada key note speaker Kuntoro
Mangkusubroto, mantan kepala BRR Aceh pasca gempa tsunami. Dia merefleksi
pengalaman 5 tahun (2005 – 2009) mengelola lembaga Negara untuk rekonstruksi
pasca bencana. Salah satu ungkapannya tentang peran lembaga donor dalam
rekonstruksi Aceh kira-kira begini “setahun pertama, lembaga-lembaga donor
sibuk bangun rumah, tahun kedua mulai kewalahan dan merevisi proposal sesuai
permintaan, tahun ketiga bank dunia benar-benar menjadi bank”. Dia
menggambarkan bagaimana lembaga-lembaga donor beramai-ramai mengajukan dana dan
menyalurkan dana rekonstruksi, seperti laiknya nasabah bank.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar