Memperingati Hari Internasional Pengurangan Resiko Bencana - 13 Oktober 2010
Tata kota dan pemerintahan yang baik menjadi prasyarat penting untuk menjamin keberdayaan rakyat dan keterlibatan mereka dalam pengembangan lingkungan perkotaan agar mereka tidak terpinggirkan dan terkena bencana akibat perubahan iklim, kekerasan, serta kesehatan yang buruk (IFRC, World Disaster Report 2010: Focus on Urban Risk).
Bencana alam akibat perubahan iklim dan kerentanan sosial yang muncul dari pesatnya pembangunan perkotaan dewasa ini menjadi tema pokok dari peringatan Hari Internasional Pengurangan Bencana 2010. Gempa bumi di Haiti, Chili dan Selandia Baru; hujan deras dan banjir di Pakistan, Eropa Timur, Mozambik, dan bagian lain dari Afrika; kebakaran hutan di Rusia, longsor serta letusan gunung berapi di Indonesia dan Islandia; semuanya menyebabkan penderitaan manusia dan kerusakan infrastruktur-ekonomi. Dalam bayang-bayang perubahan iklim, kota-kota pun tidak kebal dari bencana. Laporan Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) menyebut 2,57 milyar penduduk berpendapatan rendah rentan bencana akibat laju urbanisasi, pertumbuhan penduduk, sanitasi dan pelayanan kesehatan yang buruk, serta kekerasan. Antara sepertiga hingga setengah dari penduduk kota-kota besar yang berpendapatan rendah itu tinggal di pemukiman informal atau kumuh.
Sebegitu pentingnya, sehingga badan PBB yang mengurusi Strategi Pengurangan Resiko Bencana (UNISDR) mengajak pemerintah kota di seluruh dunia menandatangani kampanye “Sepuluh Poin Penting Membangun Kota yang Tangguh” (10 Point Checklist – Essensial for Making Cities Resilient). Dalam Forum DRR Shanghai akhir juli lalu, Margaretha Wahlstrom, wakil khusus Sekjen PBB – UNISDR menyerukan kepada walikota, para perencana kota dan pengusaha serta masyarakat sipil untuk membangun kolaborasi mengembangkan solusi alternatif dan praktik inovatif dalam mengurangi resiko bencana dan kerentanan sosial. Pemerintah Kota Makassar bersama 85 walikota lainnya termasuk bagian dari penandatangan kampanye tersebut.
Kota Makassar dewasa ini sedang mengemas dirinya menjadi Kota Dunia Berlandaskan Kearifan Lokal. Ibarat gerbong kereta api, laju pembangunan mengikuti jalur pertumbuhan kota megapolitan umumnya. Namun, searah dengan kemajuan itu, urbanisasi, kepadatan pemukiman, semakin rendahnya daya dukung lingkungan dan kemacetan lalu lintas adalah problem yang masih tersisa. Dengan jumlah penduduk 1.371.904 jiwa, kota Makassar menyisakan keluarga miskin 62.060 RT, di antaranya berumah tidak layak huni 3.197 RT, dan tinggal di atas kawasan kumuh seluas 540,78 HA di 23 kelurahan. Pertumbuhan pemukiman kumuh dengan material bangunan yang rentan terbakar, sistim drainase yang buruk terutama terkonsentrasi di sepanjang kanal dan pesisir selatan dan utara kota. Rawan konflik sosial, dengan kondisi lingkungan fisik pemukiman yang rentan dari banjir, genangan air bercampur sampah/limbah. Sebanyak 16.689 KK penduduk berada di kawasan yang beresiko bencana. Menurut data Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, rata-rata kasus kebakaran 15 kali per bulan dalam setahun terakhir. Sementara 24 kawasan kumuh rentan banjir, yang beresiko pada peningkatan kasus diare, typhus dan demam berdarah.
Kampanye Hari Internasional Pengurangan Bencana setiap 13 Oktober merupakan salah satu cara masyarakat sipil di Makassar menumubuhkan kepekaan semua pihak pada masalah dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan ketimpangan pembangunan perkotaan. Kampanye ini akan menyorot kesungguhan pemerintah dalam mengantisipasi bencana dan mewujudkan masyarakat kota yang lebih aman dan tangguh. Sekretariat UNISDR menyerukan kepada para mitranya untuk mengambil peran yang lebih aktif. UNISDR mendorong pemerintah kota, dunia usaha dan organisasi masyarakat sipil untuk bekerjasama mewujudkan “Sepuluh Poin Penting”:
1. Menata organisasi dan koordinasi untuk mendorong partisipasi publik, membangun aliansi, dan memastikan semua departemen memahami peran masing-masing
2. Menetapkan anggaran pengurangan risiko bencana, insentif bagi keluarga berpenghasilan rendah, dan mendorong sektor bisnis untuk berinvestasi dalam mengurangi risiko bencana
3. Merawat data tetap up-to-date, mempersiapkan penilaian risiko sebagai dasar perencanaan pembangunan, dan memastikan ketersediaan informasi bagi publik
4. Berinvestasi dan memelihara infrastruktur yang kritis (buruk) untuk mengurangi risiko seperti banjir sebagai akibat perubahan iklim
5. Menilai keselamatan/keamanan semua sekolah, fasilitas kesehatan, dan meng-upgrade atau perbaikan sesuai keperluan.
6. Menerapkan peraturan tentang risiko bangunan dan tata guna lahan dengan mengidentifikasi keamanan tanah bagi warga miskin, serta mengembangkan penataan pemukiman informal.
7. Melaksanakan program-program pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana di sekolah dan masyarakat setempat.
8. Melindungi ekosistem dan daerah penyanggah alami untuk mengurangi banjir, badai dan bahaya lain dengan praktik pengurangan risiko yang baik.
8. Menginstal sistem peringatan dini dan kapasitas manajemen darurat bencana dan latihan rutin kesiap-siagaan masyarakat.
9. Mengembangkan pusat rekonstruksi pasca bencana, dan dengan dukungan organisasi-organisasi komunitas, merancang penerapan tanggap bencana, termasuk membangun kembali rumah dan mata pencaharian mereka.
1. Menata organisasi dan koordinasi untuk mendorong partisipasi publik, membangun aliansi, dan memastikan semua departemen memahami peran masing-masing
2. Menetapkan anggaran pengurangan risiko bencana, insentif bagi keluarga berpenghasilan rendah, dan mendorong sektor bisnis untuk berinvestasi dalam mengurangi risiko bencana
3. Merawat data tetap up-to-date, mempersiapkan penilaian risiko sebagai dasar perencanaan pembangunan, dan memastikan ketersediaan informasi bagi publik
4. Berinvestasi dan memelihara infrastruktur yang kritis (buruk) untuk mengurangi risiko seperti banjir sebagai akibat perubahan iklim
5. Menilai keselamatan/keamanan semua sekolah, fasilitas kesehatan, dan meng-upgrade atau perbaikan sesuai keperluan.
6. Menerapkan peraturan tentang risiko bangunan dan tata guna lahan dengan mengidentifikasi keamanan tanah bagi warga miskin, serta mengembangkan penataan pemukiman informal.
7. Melaksanakan program-program pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana di sekolah dan masyarakat setempat.
8. Melindungi ekosistem dan daerah penyanggah alami untuk mengurangi banjir, badai dan bahaya lain dengan praktik pengurangan risiko yang baik.
8. Menginstal sistem peringatan dini dan kapasitas manajemen darurat bencana dan latihan rutin kesiap-siagaan masyarakat.
9. Mengembangkan pusat rekonstruksi pasca bencana, dan dengan dukungan organisasi-organisasi komunitas, merancang penerapan tanggap bencana, termasuk membangun kembali rumah dan mata pencaharian mereka.
Sebagai bentuk kepedulian, kami SIAGA – Aliansi Masyarakat Makassar Tanggap Bencana – menggalang kemitraan multipihak yang terdiri dari organisasi komunitas, pecinta alam, sukarelawan, PMI, dan pemerintah kota mengkampanyekan pentingnya mengantisipasi bencana dan kerentanan sosial. Kegiatan SIAGA dimulai tanggal 13 Oktober 2010, jam 08.00 di Anjungan Pantai Losari. Selanjutnya, (1) Bagi-bagi selebaran PIAGAM KOTA TANGGUH, Stiker/pin KOTAKU SIAGA BENCANA di 11 titik strategis di Makassar; (2) Talk Show di Radio dan TV lokal. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi simpul-simpul aliansi: A. Syafrullah (0812-80930329), Marlina (0852-42403004), Amir (0813-5552189), Amran (0813-41678654), Ammy (0852-99800933), Alam (0813-55728910), Deden (0813-084746), Udin (0813-43644111).
SIAGA 2010 – Aliansi Masyarakat Makassar Tanggap Bencana: Uplink Indonesia, PMI Cab. Makassar, KPRM Makassar, Forkom KSR PT, KPA Nazarad, KPA RBN, FPL, Makassar Rescue, Sintalaras UNM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar