Catatan M. Nawir
Jaringan Rakyat Miskin Kota
Sejarah tukang
becak adalah riwayat kaum urban, “pendatang”, yang menyiasati
dinamika perkotaan dengan alat kerja yang khas – kendaraan “tiga
roda” tanpa mesin dan bahan bakar. Sebagai 'urbanis' (kaum urban), tukang-tukang
becak pada mulanya adalah orang desa, petani. Sebagian dari mereka
meninggalkan tradisi bertani, sebagian lagi menjadi migran sirkuler,
bolak-balik desa-kota mengikuti siklus ekonomi agraris.
Menarik. Falsafah
dan cara hidup, cara kerja, serta cara mereka berjuang menggambarkan
suatu transisi peradaban yang khas pada masanya. Bolak-balik,
naik-turun, modar-mandir, suka-duka, itulah ungkapan yang bisa
mewakili dinamika kaum urban, terutama tukang becak. Mereka
menggunakan kekurangan dan kelemahannya untuk survive. Tanpa
ijasah, pendidikan rendah, tidak terlatih, a-politis, dan kampungan,
mereka toh mempengaruhi mesin pertumbuhan kota, menopang roda ekonomi,
bahkan menginspirasi politisi penentu kebijakan. Pendek kata, kaum
urban, para tukang becak, pekerja informal, cerdik-pandai mengelola
kelemahannya menjadi kekuatan. Pada banyak peristiwa, kaum urban ini
berada di garda depan dalam mengekskalasi suhu politik, misalnya
dalam kerusuhan Mei 1998 di Makassar, atau pun “black septe september”
di Makassar.arpillerra becak pic (kprm, 2007) |
Pada banyak
pengalaman para tukang becak di Jakarta, Solo, Makassar, dari masa ke
masa memperlihatkan suatu dinamika sosial yang relatif sama, tidak
ada tempat atau posisi yang pasti, utuh, final dalam pencapaian
kehidupannya. Entitas hidup tukang-tukang becak mengikuti determinasi
perubahan sosial, politik, ekonomi dalam ruang kota. Marilah kita
menelusuri bagaimana siasat perjuangan kaum urban, tukang becak itu
dari masa ke masa.