14 Okt 2011

"Mangkok Nasi Besi"

M. Nawir
Beruntung bangsa China punya Mao Tsetung. Si wajah bulat bulan purnama, pemimpin besar Republik Rakyat Tiongkok. Berangkat dari ideologi politik-ekonomi yang ditanamkan Mao Tsetung, bangsa China membangun negerinya secara berdaulat dan terhormat dalam pergaulan internasional. Semaju-majunya China dibawah Deng Xiaoping, Zhou Enlai, dan pemimpin RRT lainnya di era globalisasi ini, akar kepemimpinan Mao Tsetung masih kuat menopang sistem politk-ekonomi China. Mao Tsetung adalah simbol pemimpin pemersatu RRT. Gambar dan foto Mao dapat ditemui pada hampir semua bangunan penting milik pemerintah maupun rakyat China.
Salah satu akar kepemimpinan yang menopang kedaulatan dan kemajuan bangsa China – pra-reformasi ekopol era 70-an – adalah konsep sekaligus sistim ekonomi Mangkok Nasi Besi (Iron Rice Bowl). Makna yang menyertai konsep ini adalah sistim ketahanan ekonomi untuk menjamin “mangkok nasi” (pangan, pekerjaan) rakyat China tidak pecah (resilien).  Sistim “tradisional” ini dikembangkan setelah Partai Komunis China berkuasa pada tahun 1949 dibawah kepemimpinan Mao Tse Tung. Konsep ini menjadi gerakan ekonomi China dalam mewujudkan stabilitas politik, yakni keamanan, ketahanan pangan, dan ketersediaan tenaga kerja, lapangan kerja, pendapatan, serta kesejahteraan (benefits).
Xiaobo Zhang, peneliti dari International Food Policy Research Institute dalam makalah Spatial Inequality in Education and Health Care in China (September, 2003) mengemukakan fakta tentang sistim mangkok nasi besiSistim ini bersifat permanen, yang memungkinkan penduduk perkotaan memiliki akses yang lebih baik pada subsidi harga pangan, perumahan, pendidikan, perawatan kesehatan. Hampir semua kelompok usia produktif di perkotaan terjamin kebutuhan dasarnya, di tingkat propinsi maupun di perusahaan-perusahaan milik kolektif (publik). Angka Pengangguran di perkotaan sangat rendah, misalnya di Shanghai, pemerintah kota mengklaim tingkat pengangguran kurang dari 5%. Namun, diakui masih terjadi kesenjangan desa-kota, penduduk lokal versus pendatang.
Sistim Mangkok Nasi Besi adalah sistim penanggulangan kemiskinan secara terpimpin, bahkan militer berperan dalam mencapai tujuan tersebutDibawah diktum Mao, pertanian dikembangkan secara kolektif, sistim pelayanan kesehatan berbasis pedesaan yang disebut "dokter pejalan kaki" (barefoot doctor), sistim pendidikan dan koperasi komunal (brigade commune), di samping sistim upah dan jaminan pensiun. Situasi rakyat China pada masa itu digambarkan seperti kampung pedesaan yang berisi rumah-rumah tua, kecil, jalanan rusak, dan penduduknya jarang makan daging. Dalam situasi inilah Mao Tsetung membangun karakter kepemimpinan sosialistik bangsa China. Sepeninggal Mao pada tahun 1976, Deng Xiaoping mengakhiri sistim Mangkok Nasi Besi melalui reformasi ekonomi tahun 80-an. Era Deng ditandai dengan perubahan sistim dari ekonomi China dengan mengadaptasi kemajuan ekonomi Barat dan AS yang invidualistik. Bedanya, terutama sistim ekonomi itu dibawah kendali satu kepemimpinan partai politik.
Seperti yang dikemukakan para pengamat ekonomi dan politik Barat, bangsa China dewasa ini menjadi simbol kedigdayaan Asia, dengan pertumbuhan ekonomi dua digit, dan menjadi negara eksportir kedua terbesar di dunia. Negeri China dinilai sukses mengembangkan sistim sosialisme yang khas China, dengan mengadaptasi sistim ekonomi pasar bebas Barat yang padat modal dan teknologi, serta kompetitif. China menjadi anggota WTO, APEC, dan G-20, dengan mengandalkan ekspor produk dari industri utamanya, yakni pertambangan dan pengolahan bijih, besi, baja, aluminium, dan logam lainnya, batu bara, mesin, persenjataan, tekstil dan pakaian jadi; minyak; semen; bahan kimia, pupuk, produk konsumen, termasuk alas kaki, mainan, dan elektronik, pengolahan makanan, peralatan transportasi, termasuk mobil, kereta api, dan lokomotif, kapal, dan pesawat udara, peralatan telekomunikasi, ruang peluncuran komersil, serta satelit.
Meskipun demikian, China Moderen tidak terlepas dari ancaman bencana alam seperti gempa, banjir, angin topan, dan berbagai bencana ekologis lainnya sebagai dampak pertumbuhan industri berbasis eksploitasi sumberdaya alam. Selain itu, urbanisasi dan pertumbuhan angkatan kerja desa ke kota menjadi persoalan yang rumit pemerintah China akhir-akhir. Semua ini membuat orang-orang Barat semakin penasaran pada kemampuan bangsa China mengelola dan melayani sedikitnya 1,3 milyar penduduksekitar 50 etnis; 4 ibukota; 23 propinsi; 5 kawasan otonomi. dan 2 kawasan administrasi khusus.
Catatan:
* Tulisan ini pertama kali diposting dalam http://matatakamerad.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar