Oleh M. Nawir
Sumber Buku:
Perubahan Politik & Pemerintahan; Hubungan Kekuasaan Makassar 1906 – 1942
Pengarang: Edward L. Poelinggomang
Editor: M. Nursam dkk
Penerbit: Ombak, Yogyakarta
Thn Terbit: 2004
Hubungan antarkerajaan-kerajaan di Indonesia sebelum tahun 1910 bersifat internasional. Demikian kedudukan kerajaan-kerajaan itu merupakan Negara merdeka yang bertaraf internasional. Setelah 1910, pemerintah Hindia Belanda menjadikan kerajaan-kerajaan itu sebagai kesatuan politik.
Masa pemerintahan tahun 1906 – 1942 di Makassar merupakan masa pemerintahan dan kekuasaan Belanda yang seutuhnya dan menyeluruh. Berbeda dengan masa pemerintahan Perseroan Hindia Timur (VOC) maupun pada masa Pemerintahan Hindia Belanda abad ke19. VOC berkuasa hanya pada sebagian wilayah Makassar sesuai perjanjian yang dicapai. Sedangkan pada masa Pemerintahan Hindia Belanda abad 19, tidak pernah dilakukan kegiatan pemerintahan langsung dan seutuhnya. Hindia Belanda hanya melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan politik penguasa-penguasa setempat.
Bori'
Bentuk pemerintahan awal orang Makassar adalah Bori', yakni wilayah pemerintahan dari satu kelompok kaum yang terpaut pada Gaukang. Penemu Gaukang ditempatkan sebagai pemimpin Bori, bergelar Gallarang atau Karaeng. Perannya adalah:
- Pimpinan pemerintahan
- Memutuskan perkara persengketaan
- Menyatukan kekuatan masyarakat menghadapi ancaman dari luar
- Sekaligus pemimpin keagamaan, upaca adat, permulaan pekerjaan dan panen
Kampung/Lembang
Dalam struktur pemerintahan lokal dikenal sebagai satu kelompok kerabat yang bermukim di luar pusat pemerintahan tempat pertama kali terbentuknya gaukang. Pemimpinnya adalah Matoa. Kampung berarti juga wilayah administrasi pemerintahan terkecil, yang terdiri dari kesatuan kelompok kerabat. Pemimpinnya disebut Kepala Kampung. Peran Matoa adalah:
- Mengurus kelompok kerabatnya, menyelesaikan perselisihan
- Penerus titah pimpinan Bori kepada penduduk kampong
- Mengorganisir tenaga kerja dan penyerahan hasil panen kepada Bori
- Matoa dibantu seorang Sariang dan Paranung, yang bertugas mengawasi kegiatan tersebut
Konfederasi
Konfederasi adalah gabungan sejumlah Bori. Konfederasi melahirkan Dewan Hadat, yang terdiri dari pemimpin-pemimpin Bori. Salah seorang dipilih sebagai Ketua konfederasi (Paccalla). Hubungan antara Dewan Hadat dan Paccalla/raja kepala (hoofdvorst) adalah tidak setara-bukan perintah (nondirective-asymetric-relation).
Konfederasi Gowa terdiri dari 9 Bori, yakni: Tombolo, Laikang, Parang-parang, Data, Agangjene, Saumate, Bissei, Serio, dan Kalli. Konfederasi Bangkala; terdiri atas Bangkala, Tanatoa, Garassikang, dan Palingu. Sedangkan konfederasi Binamu terdiri atas Binamu, Tonro, Bontoramba, Sidenreng, Empoang.
Kerajaan/Federasi
Bentuk Kerajaan adalah federasi, yakni penyatuan wilayah konfederasi. Misalnya konfederasi Bangkala dan Binamu menyatu menjadi Federasi TURATEA yang terdiri dari Binamu, Bangkala, dan Laikang.
Kerajaan Gowa terbentuk setelah datangnya Tumanurung. Tumanurung ditempatkan sebagai Sombayya ri Gowa, sebagai raja atas wilayah dari Sembilan Bori dalam konfederasi Gowa.
Dewan Hadat diubah menjadi Dewan Pemilih Raja atau “Sembilan Pengabdi” (Kasuwiyang Salapang), asal-muasal dari “Sembilan Panji” (Bate Salapang).
Posisi hubungan raja kepala (Paccalla) dengan penguasa Bori (Gallarang) menjadi hubungan perintah (directive-relation)
Stelsel Minawang dan Kasuwiyang
Stelsel “kepengikutan” (pamminawangan) adalah keseluruhan hubungan antara seseorang yang lebih tinggi (karaeng) dan pengikutnya (ana’anana atau tau’na), yang didasarkan atas kesadaran kekuasaan seseorang yang lebih tinggi terhadap bawahannya atas asas saling membutuhkan (posisi dan perlidungan). Munculnya stelsel pengikut diakibatkan oleh tekanan dari bangsawan, pada waktu kerajaan-kerajaan mulai melakukan penaklukan, pada masa pemerintahan Karaeng Tu’maparissi Kallonna (1510-1546) dan Karaeng Tu’nipalangga Ulaweng (1546-1565).
Istilah JOWA, yakni pimpinan di antara bangsawan muda. Arung Palakka pernah menjadi Jowa, mengepalai bangsawan muda dari Soppeng, Ampana, Balo, Panynyili, Bilo dan Citta. Kegiatan mereka adalah berkumpul untuk berjudi, menyabung ayam, dan mencoba ketangkasan dengan mencuri atau melarikan anak gadis rakyatnya. Penguasa Bori hanya berani mencegah atau menghapus praktek-praktek Jowa ini apabila ada sanksi hukum atau dicabut haknya dan dinyatakan buron (tu‘niboya) oleh Dewan Hadat.
Kasuwiyang atau “pengabdian”, suatu prinsip-prinsip dan aturan dari tugas-tugas wajib, yang terutama bersifat ekonomi, keagamaan, dan sosial. Misalnya:
- Ekonomi-politik: Lapisan “orang merdeka” (tu’maradeka) mengabdi dalam bentuk pemberian tenaga kerja, hasil usaha atau uang demi kebutuhan pemerintah atau yang dipertuannya (bori)
- Politik-ekonomi: Pemimpin (bori) memberikan suatu benda atau tenaga kerja demi kebutuhan pemimpin dan raja-raja yang lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar